Maulana Malik Ibrahim adalah salah seorang wali (kekasih Allah) yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa. Dia lahir di Samarkand, Asia Tengah pada awal abad ke-14. Maulana Malik Ibrahim mengajarkan agama Islam di daerah Sembalo, yang sekarang ada di daerah Leran kecamatan Manyar. Letak Leran sekitar 9 kilometer ke utara kota Gresik Jawa Timur. Makam Maulana Malik Ibrahim sekarang ada di kampung Gapura, Gresik Jawa Timur.
Konon pada suatu hari, Maulana Malik Ibrahim pergi ke sebuah kampung untuk berkunjung ke rumah muridnya yang kaya tapi pelit. Maulana Malik Ibrahim ingin mengingatkan dan menasehati muridnya agar meninggalkan sifat pelit atau sifat kikirnya itu.
“Selamat datang di rumah saya guru,” kata muridnya sambil menyuguhi Maulana Malik Ibrahim dengan makanan yang lezat. Tidak lama kemudian, datanglah seorang perempuan tua yang mengemis.
“Tuan! Saya lapar sekali tuan. Berilah saya sedikit beras,” kata perempuan pengemis itu.
“Beras? Di mana ada beras?” tanya murid Maulana Malik Ibrahim yang pelit itu.
“Itu. Bukankah karung-karung yang banyak itu berisi beras, tuan,” kata si pengemis sambil menunjuk ke tumpukan karung-karung berisi beras yang ada di samping rumah murid Maulana Malik Ibrahim itu.
“Itu bukan beras. Tapi itu pasir,” kata si murid yang kaya tapi pelit itu.
Mendengar ucapan muridnya, Maulana Malik Ibrahim berdoa dalam hati, “Ya Allah! Berilah peringatan kepada muridku yang pelit ini.”
Perempuan pengemis yang tua itu akhirnya pergi dengan kecewa. Si murid itu kembali menemui Maulana Malik Ibrahim. Tidak lama kemudian, pembantu si murid kaya itu berteriak-teriak dari dalam gudang.
“Tuan, tuan! Celaka, tuan!” katanya.
“Ada apa? Apanya yang celaka?”
“Beras-beras di gudang semuanya berubah jadi pasir, tuan.”
Murid yang pelit itu terkejut. Dia kemudian pergi ke gudang untuk memeriksa. Ternyata benar. Semua karung yang berisi beras itu berubah menjadi pasir. Si murid itupun menangis. Kemudian Maulana Malik Ibrahim datang menghampiri.
“Kenapa menangis? Bukankah kamu sendiri yang bilang sama pengemis itu kalau karung-karung itu adalah pasir. Sebenarnya aku datang ke sini untuk mengingatkan kamu. Tinggalkan sifat kikirmu itu,” kata Maulana Malik Ibrahim dengan lemah lembut.
Murid yang kikir itu akhirnya menyesal dan bertobat kepada Allah. Dia juga mohon kepada Maulana Malik Ibrahim untuk didoakan agar pasir-pasir itu kembali berubah menjadi beras.
“Saya berjanji, guru. Saya akan sedekahkan beras-beras itu kepada orang-orang yang tidak mampu.”
Maulana Malik Ibrahim pun berdoa kepada Allah. Pasir-pasir itu pun akhirnya berubah kembali menjadi beras.
Konon pada suatu hari, Maulana Malik Ibrahim pergi ke sebuah kampung untuk berkunjung ke rumah muridnya yang kaya tapi pelit. Maulana Malik Ibrahim ingin mengingatkan dan menasehati muridnya agar meninggalkan sifat pelit atau sifat kikirnya itu.
“Selamat datang di rumah saya guru,” kata muridnya sambil menyuguhi Maulana Malik Ibrahim dengan makanan yang lezat. Tidak lama kemudian, datanglah seorang perempuan tua yang mengemis.
“Tuan! Saya lapar sekali tuan. Berilah saya sedikit beras,” kata perempuan pengemis itu.
“Beras? Di mana ada beras?” tanya murid Maulana Malik Ibrahim yang pelit itu.
“Itu. Bukankah karung-karung yang banyak itu berisi beras, tuan,” kata si pengemis sambil menunjuk ke tumpukan karung-karung berisi beras yang ada di samping rumah murid Maulana Malik Ibrahim itu.
“Itu bukan beras. Tapi itu pasir,” kata si murid yang kaya tapi pelit itu.
Mendengar ucapan muridnya, Maulana Malik Ibrahim berdoa dalam hati, “Ya Allah! Berilah peringatan kepada muridku yang pelit ini.”
Perempuan pengemis yang tua itu akhirnya pergi dengan kecewa. Si murid itu kembali menemui Maulana Malik Ibrahim. Tidak lama kemudian, pembantu si murid kaya itu berteriak-teriak dari dalam gudang.
“Tuan, tuan! Celaka, tuan!” katanya.
“Ada apa? Apanya yang celaka?”
“Beras-beras di gudang semuanya berubah jadi pasir, tuan.”
Murid yang pelit itu terkejut. Dia kemudian pergi ke gudang untuk memeriksa. Ternyata benar. Semua karung yang berisi beras itu berubah menjadi pasir. Si murid itupun menangis. Kemudian Maulana Malik Ibrahim datang menghampiri.
“Kenapa menangis? Bukankah kamu sendiri yang bilang sama pengemis itu kalau karung-karung itu adalah pasir. Sebenarnya aku datang ke sini untuk mengingatkan kamu. Tinggalkan sifat kikirmu itu,” kata Maulana Malik Ibrahim dengan lemah lembut.
Murid yang kikir itu akhirnya menyesal dan bertobat kepada Allah. Dia juga mohon kepada Maulana Malik Ibrahim untuk didoakan agar pasir-pasir itu kembali berubah menjadi beras.
“Saya berjanji, guru. Saya akan sedekahkan beras-beras itu kepada orang-orang yang tidak mampu.”
Maulana Malik Ibrahim pun berdoa kepada Allah. Pasir-pasir itu pun akhirnya berubah kembali menjadi beras.
![]() |
Ilustrasi |
Komentar
Posting Komentar