Dulu, ada sebuah perkampungan di Hadramaut, Arab. Perkampungan itu tanahnya subur. Banyak mata air yang mengucur di sana. Orang-orang yang hidup di situ badannya tegap dan sehat. Mereka bertani bermacam-macam tanaman. Mereka juga beternak dan menanam bunga-bunga yang indah, sehingga kampung mereka menjadi tempat yang makmur.
Perkampungan itu ditempati oleh sebuah suku terkenal yang disebut Suku ‘Ad. Karenanya, orang-orang yang hidup di kampung itu dikenal dengan sebutan Kaum ‘Ad. Meskipun Kaum ‘Ad termasuk kaum yang sejahtera, tapi mereka hidup dalam kesesatan. Mereka tidak menyembah Allah, melainkan menyembah berhala. Mereka membuat patung-patung yang sangat besar, kemudian menyembahnya.
Ada dua patung yang paling dihormati oleh Kaum ‘Ad. Mereka memberi nama Shamud dan Alhattar. Mereka percaya bahwa patung itulah yang telah menciptakan mereka dan memberi kebahagiaan kepada mereka.
Kemudian Allah Swt. mengutus nabi-Nya yang bernama Hud. Nabi Hud diutus untuk mengingatkan Kaum ‘Ad yang sudah melupakan Allah dan menyembah berhala.
Setelah mendapatkan wahyu dan perintah Allah Swt., Nabi Hud pun akhirnya mengingatkan kaumnya;
“Hai kaumku! Sesungguhnya yang menciptakan kita semua adalah Allah. Bukan kedua patung itu. Allah juga yang memberi kebahagiaan dan rahmat-Nya kepada kita. Allah yang memancarkan mata air di kampung kita. Allah yang membuat tanah kita subur. Maka sembahlah Dia.”
“Hai Hud! Siapa kamu kok berani melarang kami menyembah patung-patung itu?” tanya mereka.
“Aku adalah utusan Allah. Aku mendapatkan wahyu dan diperintahkan untuk mengingatkan kalian agar kembali menyembah kepada-Nya.”
“Kau itu pembohong. Kami semua tidak akan percaya omonganmu.”
“Aku tidak berbohong. Aku berkata benar. Allah telah mengutusku untuk mengingatkan kalian semua,” jawab Nabi Hud.
Meski sudah diingatkan, tapi hanya sedikit dari kaumnya yang percaya dan mau mengikuti Nabi Hud. Kebanyakan mereka menolak. Bahkan mereka menghina Nabi Hud dengan menyebut beliau sebagai pembohong besar.
“Kalian semua tidak usah mendengarkan omongan Hud. Dia pembohong besar. Mengaku-aku utusan Tuhan. Dia menghina sesembahan kita.”
“Wahai Hud! Mintalah harta kepada kami. Kami pasti akan memberimu asalkan kamu berhenti membohongi kami,” kata mereka.
“Wahai kaumku! Aku tidak mengharapkan imbalan apa-apa dari kalian. Aku hanya diperintah untuk mengingatkan kalian. Sembahlah Allah dan tinggalkan kesesatan kalian agar kalian selamat dari siksa-Nya.”
Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi Hud. Dia tidak putus asa untuk mengingatkan kaumnya meski dihina dan dikatakan sebagai pembohong.
Tetapi kaumnya, karena merasa memiliki kekayaan, sama sekali tidak mau mengikuti Nabi Hud. Mereka sombong dan angkuh. Nabi Hud pun menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Swt.
“Ya Allah! Aku serahkan urusan kaumku kepada-Mu,” seru Nabi Hud.
Tidak berapa lama kemudian, Allah Swt. menurunkan dua macam siksaan kepada Kaum ‘Ad. Siksaan yang pertama, Allah Swt. mendatangkan musim kemarau yang panjang. Mata air yang dulunya melimpah menjadi kering. Tanaman yang dulunya subur menjadi mati. Kejadian itu membuat kaum ‘Ad menjadi gelisah.
“Hai kaumku! Ini adalah peringatan Allah bagi kalian. Ini adalah awal siksaan yang akan ditimpakan kepada kalian. Karena itu, segeralah kembali menyembah-Nya,” seru Nabi Hud. Namun, kaumnya tetap tidak mau mendengarkan Nabi Hud.
“Kami tidak percaya kepadamu, wahai Hud! Kami akan mendatangi patung-patung sesembahan kami. Kami hanya akan memohon kepada mereka berdua,” jawab mereka.
Kemudian, Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Hud dan pengikutnya agar segera meninggalkan Kaum ‘Ad karena Dia hendak menurunkan siksaan. Siksaan yang kedua ini, Allah mengirimkan mendung yang tebal. Halilintar menyambar-nyambar di atas langit. Kaum ‘Ad gembira karena mengira hujan akan turun. Mereka yakin doa mereka kepada patung-patung itu telah dikabulkan.
“Terima kasih Shamud. Terima kasih Alhattar,” teriak mereka.
Namun kenyataannya, mendung-mendung itu berubah menjadi angin topan yang sangat kencang. Angin itu merubuhkan bangunan-bangunan. Melemparkan orang-orang yang ingkar. Kaum ‘Ad pun akhirnya hancur dalam waktu sekejap.
Dari kisah ini, Adik-adik dapat memetik beberapa pelajaran penting, di antaranya:
Pertama, jangan sombong meskipun kita memiliki banyak harta. Kalau tidak beriman, harta benda kita akan sia-sia dan membuat kita celaka.
Kedua, jangan putus asa seperti halnya Nabi Hud. Meski dia dihina dan dianggap sebagai pembohong, namun beliau tetap patuh menjalankan perintah Allah.
Ketiga, kalau memohon sesuatu, mohonlah kepada Allah. Bukan kepada yang lainnya. Sebab hanya Allah yang Maha Menolong. Kaum Nabi Hud memohon kepada berhala-berhala yang mereka buat. Tapi berhala itu nyatanya tidak bisa menolong mereka saat terjadi bencana.
Perkampungan itu ditempati oleh sebuah suku terkenal yang disebut Suku ‘Ad. Karenanya, orang-orang yang hidup di kampung itu dikenal dengan sebutan Kaum ‘Ad. Meskipun Kaum ‘Ad termasuk kaum yang sejahtera, tapi mereka hidup dalam kesesatan. Mereka tidak menyembah Allah, melainkan menyembah berhala. Mereka membuat patung-patung yang sangat besar, kemudian menyembahnya.
Ada dua patung yang paling dihormati oleh Kaum ‘Ad. Mereka memberi nama Shamud dan Alhattar. Mereka percaya bahwa patung itulah yang telah menciptakan mereka dan memberi kebahagiaan kepada mereka.
Kemudian Allah Swt. mengutus nabi-Nya yang bernama Hud. Nabi Hud diutus untuk mengingatkan Kaum ‘Ad yang sudah melupakan Allah dan menyembah berhala.
Setelah mendapatkan wahyu dan perintah Allah Swt., Nabi Hud pun akhirnya mengingatkan kaumnya;
“Hai kaumku! Sesungguhnya yang menciptakan kita semua adalah Allah. Bukan kedua patung itu. Allah juga yang memberi kebahagiaan dan rahmat-Nya kepada kita. Allah yang memancarkan mata air di kampung kita. Allah yang membuat tanah kita subur. Maka sembahlah Dia.”
“Hai Hud! Siapa kamu kok berani melarang kami menyembah patung-patung itu?” tanya mereka.
“Aku adalah utusan Allah. Aku mendapatkan wahyu dan diperintahkan untuk mengingatkan kalian agar kembali menyembah kepada-Nya.”
“Kau itu pembohong. Kami semua tidak akan percaya omonganmu.”
“Aku tidak berbohong. Aku berkata benar. Allah telah mengutusku untuk mengingatkan kalian semua,” jawab Nabi Hud.
Meski sudah diingatkan, tapi hanya sedikit dari kaumnya yang percaya dan mau mengikuti Nabi Hud. Kebanyakan mereka menolak. Bahkan mereka menghina Nabi Hud dengan menyebut beliau sebagai pembohong besar.
“Kalian semua tidak usah mendengarkan omongan Hud. Dia pembohong besar. Mengaku-aku utusan Tuhan. Dia menghina sesembahan kita.”
“Wahai Hud! Mintalah harta kepada kami. Kami pasti akan memberimu asalkan kamu berhenti membohongi kami,” kata mereka.
“Wahai kaumku! Aku tidak mengharapkan imbalan apa-apa dari kalian. Aku hanya diperintah untuk mengingatkan kalian. Sembahlah Allah dan tinggalkan kesesatan kalian agar kalian selamat dari siksa-Nya.”
Demikianlah yang dilakukan oleh Nabi Hud. Dia tidak putus asa untuk mengingatkan kaumnya meski dihina dan dikatakan sebagai pembohong.
Tetapi kaumnya, karena merasa memiliki kekayaan, sama sekali tidak mau mengikuti Nabi Hud. Mereka sombong dan angkuh. Nabi Hud pun menyerahkan sepenuhnya kepada Allah Swt.
“Ya Allah! Aku serahkan urusan kaumku kepada-Mu,” seru Nabi Hud.
Tidak berapa lama kemudian, Allah Swt. menurunkan dua macam siksaan kepada Kaum ‘Ad. Siksaan yang pertama, Allah Swt. mendatangkan musim kemarau yang panjang. Mata air yang dulunya melimpah menjadi kering. Tanaman yang dulunya subur menjadi mati. Kejadian itu membuat kaum ‘Ad menjadi gelisah.
“Hai kaumku! Ini adalah peringatan Allah bagi kalian. Ini adalah awal siksaan yang akan ditimpakan kepada kalian. Karena itu, segeralah kembali menyembah-Nya,” seru Nabi Hud. Namun, kaumnya tetap tidak mau mendengarkan Nabi Hud.
“Kami tidak percaya kepadamu, wahai Hud! Kami akan mendatangi patung-patung sesembahan kami. Kami hanya akan memohon kepada mereka berdua,” jawab mereka.
Kemudian, Allah Swt. memerintahkan kepada Nabi Hud dan pengikutnya agar segera meninggalkan Kaum ‘Ad karena Dia hendak menurunkan siksaan. Siksaan yang kedua ini, Allah mengirimkan mendung yang tebal. Halilintar menyambar-nyambar di atas langit. Kaum ‘Ad gembira karena mengira hujan akan turun. Mereka yakin doa mereka kepada patung-patung itu telah dikabulkan.
“Terima kasih Shamud. Terima kasih Alhattar,” teriak mereka.
Namun kenyataannya, mendung-mendung itu berubah menjadi angin topan yang sangat kencang. Angin itu merubuhkan bangunan-bangunan. Melemparkan orang-orang yang ingkar. Kaum ‘Ad pun akhirnya hancur dalam waktu sekejap.
Dari kisah ini, Adik-adik dapat memetik beberapa pelajaran penting, di antaranya:
Pertama, jangan sombong meskipun kita memiliki banyak harta. Kalau tidak beriman, harta benda kita akan sia-sia dan membuat kita celaka.
Kedua, jangan putus asa seperti halnya Nabi Hud. Meski dia dihina dan dianggap sebagai pembohong, namun beliau tetap patuh menjalankan perintah Allah.
Ketiga, kalau memohon sesuatu, mohonlah kepada Allah. Bukan kepada yang lainnya. Sebab hanya Allah yang Maha Menolong. Kaum Nabi Hud memohon kepada berhala-berhala yang mereka buat. Tapi berhala itu nyatanya tidak bisa menolong mereka saat terjadi bencana.
![]() |
Ilustrasi |
Komentar
Posting Komentar