Langsung ke konten utama

Kisah Nabi Ismail Putra Nabi Ibrahim

Nabi Ismail adalah putra Nabi Ibrahim. Ibunya bernama Siti Hajar. Nabi Ismail oleh Allah disebut sabagai seorang nabi dan rasul yang jujur. Beliau selalu mengingatkan keluarganya agar tidak meninggalkan salat dan membayar zakat.

Dulu, Nabi Ismail dan ibunya ditinggal di sebuah tempat yang sepi dan kering (padang pasir). Sedangkan ayahnya, Nabi Ibrahim pergi berdakwah di tempat lain. Setelah beberapa hari ditinggal, akhirnya tidak ada lagi bekal makanan dan juga minuman yang bisa dimakan oleh Nabi Ismail dan ibunya. Ibu Nabi Ismail (Siti Hajar) kebingungan.

“Di tempat seperti ini, di mana aku bisa mendapatkan air?” kata Siti Hajar dalam hati.

Lalu Siti Hajar seperti melihat ada air di sebuah bukit yang tidak jauh dari tempat dia berada.

“Alhamdulillah! Sepertinya di bukit Shafa sana itu air,” katanya sambil berlari menuju bukit. Ternyata, setelah sampai di tempat, tidak ada apa-apa. Hanya fatamorgana atau bayangan mirip air menggenang di atas tanah yang terjadi karena sinar matahari.

Siti Hajar kemudian melihat ke bukit yang lain. Pandangannya kemudian tertuju ke bukit Marwa. Di bukit Marwa itu, Siti Hajar kembali seperti melihat air. Dia kemudian pergi sambil berlari-lari kecil ke bukit Marwa. Sesampainya di sana juga tidak ada air. Tak lama kemudian di seperti melihat ada air di bukit Shafa. Setelah didekati sama saja. Hanya bayangan. Begitulah Siti Hajar, berlari-lari kecil dari bukit Shafa ke Marwa sebanyak tujuh kali tapi tetap tidak menemukan air.

Allah Swt. kemudian memberikan pertolongan-Nya dengan memancarkan mata air dari bekas pijakan kaki Nabi Ismail yang masih kecil. Siti Hajar takjub melihat ada air yang memancar dari bekas pijakan kaki putranya.

“Engkau Maha Besar ya Allah,” kata Siti Hajar sambil tak henti-hentinya mengucap syukur. Akhirnya mereka berdua minum air yang jernih itu sehingga tidak lagi kehausan. Air itu sekarang dikenal dengan air Zamzam.

Air yang memancar itu semakin hari semakin banyak. Sehingga lama kelamaan padang pasir yang dulunya sepi jadi ramai. Banyak pendatang yang menetap di sekitar sumber air Zamzam itu. Nabi Ismail dan Siti Hajar pun tidak lagi kesepian.

Sejak masih anak-anak, Nabi Ismail tumbuh menjadi anak yang berbakti, rajin melakukan ibadah kepada Allah, sopan dan ramah. Karena itu, dia sangat disayang oleh ibunya dan orang-orang yang tinggal di sekitar sumber air Zamzam.

Setelah lama berpisah, akhirnya Nabi Ibrahim kembali menemui putranya, Nabi Ismail. Karena sudah lama tidak bertemu, Nabi Ibrahim begitu senang setelah melihat Nabi Ismail tumbuh besar menjadi anak yang berbakti.

Pada suatu malam, Nabi Ibrahim bermimpi. Dalam mimpinya, ia diperintahkan oleh Allah Swt. agar menyembelih Nabi Ismail.

“Apakah benar mimpiku ini?” tanya Nabi Ibrahim. Kemudian pada malam berikutnya, dia kembali bermimpi.

“Hai Ibrahim! Sembelihlah anakmu,” demikian perintah Allah kepada Nabi Ibrahim lewat mimpinya.

Nabi Ibrahim makin jadi gelisah. Lalu pada malam ketiga, Nabi Ibrahim kembali bermimpi, dimana Allah memerintahkan untuk menyembelih Nabi Ismail. Setelah tiga kali bermimpi seperti itu, akhirnya Nabi Ibrahim yakin kalau itu memang perintah Allah. Lalu dengan hati yang masih sedih, Nabi Ibrahim menemui Nabi Ismail.
 

Ilustrasi
“Anakku! Allah Swt. telah memerintahkan aku untuk menyembelihmu,” kata Nabi Ibrahim dengan perasaan sedih.

“Bagaimana menurutmu, anakku?”

Dengan tegas, Nabi Ismail menjawab.

“Kalau Allah memang memerintahkan ayah seperti itu, lakukan saja, ayah. Insya Allah aku akan sabar menerimanya,” jawab Nabi Ismail.
 

Pada hari yang ditentukan, Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail pergi ke sebuah bukit. Di tempat itulah Nabi Ibrahim akan melaksanakan perintah Allah. Namun kemudian Nabi Ismail tidak jadi disembelih karena Allah Swt. memerintahkan para malaikat-Nya untuk mengganti Nabi Ismail dengan seekor kambing sehingga yang disembelih oleh Nabi Ibrahim bukan putranya. Tapi seekor kambing.

Dari kisah ini, kita bisa mendapatkan beberapa pelajaran berharga, di antaranya:

Pertama, jadilah anak yang berbakti kepada orangtua, selama orangtua tidak memerintahkan kita untuk melanggar aturan Allah Swt. Seperti Nabi Ismail yang rela ketika ayahnya diperintahkan oleh Allah untuk menyembelih dirinya.

Kedua, jadilah anak yang jujur dan percaya kepada kebenaran ajaran Allah sebagaimana Nabi Ismail. Dia selalu mengingatkan kepada keluarganya untuk salat, zakat dan mengabdi sebanyak-banyaknya kepada Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah Kejujuran Seorang Pemuda Penggembala Kambing

Pada zaman dahulu, ketika Sayyidina Umar bin Khattab sedang mengadakan perjalanan dari Madinah ke Mekkah. Di tengah perjalanan ia melihat seorang pemuda yang sedang menggembala kambing dalam jumlah yang sangat banyak.   Khalifah Umar lalu mendekati pemuda itu dan mengutarakan niatnya untuk membeli seekor kambing.   “Wahai anak muda! Bolehkah aku membeli seekor kambing yang sedang engkau gembala?” tanya Sayyidina Umar.   “Saya ini hanya seorang budak, Tuan. Saya tidak memiliki kewenangan untuk menjual kambing ini. Semua kambing ini milik majikan saya,” jawab si penggembala dengan jujur.   “Meskipun kambing ini milik majikanmu, kalau saya beli satu pasti majikanmu tidak akan tahu. Nanti kamu ceritakan kepadanya bahwa kambing yang kamu gembala dimakan macan satu ekor,” ujar Sayyidina Umar menguji kejujuran pemuda itu.   Mendengar ajakan itu, pemuda itu memandang Sayyidina Umar sejenak. Si pemuda itu pun berkata, “Apa yang tuan katakan memang benar. Jika kambin...

Kisah Nabi Yusuf As

Nabi Yusuf adalah putranya Nabi Ya’qub. Dia merupakan putra ketujuh dari dua belas orang bersaudara. Ibunya bernama Rahil. Diantara saudara-saudaranya yang lain, Nabi Yusuflah yang paling tampan. Tidak hanya tampan, dia juga berbadan tegap, ramah dan hormat kepada kedua orangtuanya. Tanda-tanda kenabian Nabi Yusuf sudah terlihat sejak kecil. Suatu hari, Nabi Yusuf menemui Nabi Ya’qub. “Ayah! Semalam aku bermimpi melihat matahari, bulan dan sebelas bintang. Mereka turun dari atas langit dan kemudian sujud kepadaku,” kata Nabi Yusuf.   Mendengar perkataan anaknya, Nabi Ya’qub merasa sangat gembira. Wajahnya berseri-seri. Dia tahu bahwa itu adalah tanda-tanda bahwa Nabi Yusuf kelak akan memperoleh kemuliaan. “Nak! Kamu jangan ceritakan mimpimu pada saudaramu yang lain. Sebab kalau mereka tahu, mereka akan berbuat jahat kepadamu. Sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi manusia,” kata Nabi Ya’qub. Setelah mengetahui bahwa Nabi Yusuf akan memperoleh kemuliaan dari Allah...

Kisah Sunan Giri dan Begawan Minto Semeru

Sunan Giri merupakan putra Maulana Ishak. Dia juga keponakan Maulana Malik Ibrahim. Nama kecil Sunan Giri adalah Raden Paku atau Muhammad Ainul Yaqin. Sunan Giri lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada tahun 1442 Masehi. Sejak kecil Sunan Giri belajar kepada Sunan Ampel. Setelah menimba banyak ilmu, Sunan Giri ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Giri kemudian mendirikan pesantren di sebuah daerah perbukitan yang ada di desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit itu disebut ‘Giri’. Itulah sebabnya Raden Paku atau Muhammad Ainul Yaqin dijuluki Sunan Giri. Sunan Giri tidak hanya pandai. Tapi beliau juga memiliki karomah (kekuatan) yang diberikan langsung oleh Allah kepadanya. Konon, setelah mendirikan pesantren, nama Sunan Giri semakin terkenal. Nama Sunan Giri juga didengar oleh Begawan Minto Semeru yang mempunyai Padepokan. Di padepokan itulah Begawan Minto Semeru melatih murid-muridnya dengan ilmu kesaktian. “Aku tidak mau ada menyaingiku. Aku akan pergi m...

Kisah Sunan Bonang

Sunan Bonang adalah putra Sunan Ampel. Ia lahir di Bonang (Tuban) kira-kira pada tahun 1465 Masehi. Nama kecil Sunan Bonang adalah Raden Makdum atau Maulana Makdum.  Sejak kecil, Radem Makdum sudah rajin belajar ilmu agama kepada ayahnya. Dia juga disiplin. Raden Makdum pernah belajar di Aceh kepada ayah Sunan Giri. Ketika di Aceh, Raden Makdum berteman akrab dengan Sunan Giri. Setelah menimba ilmu, Raden Makdum diperintah oleh ayahnya (Sunan Ampel) untuk mengajarkan Islam kepada penduduk Tuban, Pati, Maduran dan Pulau Bawean. Raden Makdum disebut Sunan Bonang karena ketika mengajarkan Islam, dia menggunakan Bonang. Bonang itu adalah alat musik gamelan yang terbuat dari kuningan. Raden Makdum pandai memainkan alat music itu sehingga ketika dia memainkan alat music Bonangnya di masjid, orang-orang jadi tertarik untuk datang ke masjid dan belajar Islam kepadanya.  Bahkan Raden Makdum mampu mengalahkan para perampok dan penjahat hanya dengan memainkan alat musik Bonangnya...

Kisah Nabi Idris As

Nabi Idris dilahirkan di Kota Babylonia (Irak). Tapi, ada juga yang mengatakan kalau Nabi Idris lahir di Mesir. Ia merupakan keturunan keenam dari Nabi Adam. Ayahnya bernama Yarid bin Mihla’iel bin Qinan bin Anusy bin Syits bin Adam As. Ia diutus oleh Allah Swt. untuk berdakwah kepada kaum Bani Qabil dan Memphis.   Konon, nama kecil Nabi Idris adalah Khanukh. Karena sejak kecil senang belajar, ia kemudian diberi nama Idris. Sejak kecil, Nabi Idris menghabiskan banyak waktunya untuk membaca lembaran-lembaran mushaf yang ditinggalkan oleh moyangnya, yakni Nabi Adam dan Nabi Syits. Selain itu, ia juga mempelajari ilmu-ilmu lain seperti ilmu menulis (kaligrafi), ilmu perbintangan (astronomi), dan ilmu hitung (matematika).   Oleh karena itu, sejak kecil Nabi Idris sudah dikenal sebagai anak muda yang pandai dan cerdas. Selain itu, ia juga merupakan orang yang taat kepada Allah Swt. Ia percaya sepenuh hati bahwa Allah itu Esa, Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Nah, sekarang buka d...