Langsung ke konten utama

Tiga Kota yang Dihancurkan Oleh Allah

Di dalam Alquran banyak dikisahkan kaum-kaum terdahulu yang dihancurkan Allah Swt. karena ingkar kepada-Nya. Sebelum menghancurkan kaum ingkar tersebut, Allah Swt. terlebih dahulu mengutus nabi dan rasul pilihannya guna mengingatkan dan mengajak mereka ke jalan yang benar. Namun, bukannya mengikuti ajaran tersebut, mereka justru menentang dan menantang ajaran nabi dan rasul yang diutus. Akibatnya, Allah menghancurkan mereka sehancur-hancurnya. Mereka antara lain adalah kaum ‘Ad di zaman Nabi Hud, kaum Tsamud di zaman Nabi Shalih, dan kaum Saba’. Padahal, pada masa itu, kaum-kaum tersebut memiliki kebudayaan dan seni yang tinggi. Ini bisa dilihat dari arsitektur bangunan, gedung, serta seni dan kebudayaannya.

Hal tersebut terbukti dengan adanya penemuan para Arkeolog. Setelah melalui penelitian dan penggalian, kota-kota tempat kaum tersebut tinggal ditemukan. Penemuan tersebut kini menjadi bukti nyata apa yang disampaikan Allah Swt. di dalam Alquran adalah sebuah kebenaran.
Manusia modern bisa berkaca dari jejak sejarah kaum ingkar tersebut. Penemuan kota-kota tua yang dihancurkan Allah Swt. ribuan tahun silam hendaknya makin meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah Swt. 

KOTA IRAM

Kota Iram adalah tempat yang didiami Kaum ‘Ad. Mereka hidup pada zaman Nabi Hud As. Kota ini dulu terletak di semenanjung Arab. Dalam Alquran, kota ini disebut sebagai Irama Dzaati al-Imaad yang artinya “kota seribu pilar”. Hal ini mengacu pada teknologi canggih dan arsitektur bangunan pilar-pilarnya.

Meskipun maju, kaum ‘Ad ingkar terhadap ajakan Nabi Hud As untuk menyembah Allah Swt. Akibatnya, Allah Swt. menghancurkan mereka dengan angin topan yang terjadi selama delapan hari tujuh malam.

Ahli Arkeologi yang berhasil menemukan reruntuhan Kota Iram adalah Nicholas Clapp pada 1990. Hasil temuan tersebut dipublikasikan di berbagai media dengan berita tentang keberadaan kaum ‘Ad ini. Ada media yang memberi judul “Fabled Lost Arabian City Found” (Kota Legenda Arabia yang Hilang Telah Ditemukan). Ada pula yang menulisnya “Arabian City of Legend Found”, “The Atlantis of Sands”, dan “Ubar”.


Gambar Penemuan Kota Iram

KOTA AL HIJR

Kota Al Hijr adalah tempat hidup dan berkembang kaum Tsamud hidup. Mereka hidup pada zaman Nabi Shalih, yaitu sekitar 800 tahun sebelum masehi. Nama lain dari Tsamud adalah Ashab al-Hijr. Jadi, kata Tsamud merupakan nama dari suatu kaum, sedangkan kata Al Hijr adalah salah satu kota yang dibangun mereka.

Seorang ahli Geografi asal Yunani bernama Pliny, menyatakan bahwa Domatha dan Hegra adalah letak tempat kaum Tsamud berada. Inilah yang menjadi Kota Al Hijr yang dikenal saat ini. Dalam Alquran Surat al A’raf ayat 73-74, Allah Swt. mengisahkan mengenai kemajuan Kaum Tsamud yang mampu mendirikan gedung-gedung dan istana megah. Bahkan, mereka memahat gunung-gunung untuk tempat tinggal. Namun, karena mereka mengingkari perintah Allah Swt., maka kaum Tsamud akhirnya dihancurkan.

Foto Salah Satu Bangunan Kaum Tsamud

KOTA MA’RIB

Ma’rib merupakan ibu kota bangsa Saba’ yang hidup sekitar 1000 hingga 750 sebelum masehi. Karena letak kota dekat dengan Sungai Adhanah, sehingga tanahnya subur, maka mereka hidup makmur dan sejahtera. Kemudian, mereka membangun sebuah bendungan modern pada masa itu untuk memajukan peratiannya.

Sejarah mencatat bahwa ketinggian Bendungan Ma’rib ini mencapai 16 meter, lebar 60 meter, dan panjang 620 meter. Total area yang dialiri air bendungan ini mencapai 9.600 hektare.

Seorang ahli dari Perancis bernama J Holevy dan Glaser dari Austria membuktikan berdasarkan dokumen tertulis bahwa bendungan Ma’rib telah ada sejak zaman dulu kala.

Namun sayangnya, kaum Saba', mengingkari nikmat Allah Swt. sehingga dihancurkan oleh banjir bandang yang meluluhlantakkan seluruh negeri atas perintah dari-Nya. Hal ini sebagaimana dikisahkan dalam Alquran surat Saba’ ayat 15 hingga 17.

Foto Bendungan Ma'rib Kaum Saba'

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa sih Hadas dan Najis Itu?

Ilustrasi Tahukah kalian apa itu hadas? Hadas adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya ibadah, terutama salat, baik itu wajib maupun sunah. Maka dari itu, jika kamu hendak salat, maka jangan lupa untuk bersuci dulu. Sebab, jika kamu berhadas, maka salat mu tidak sah. Ingat-ingat ya, sebelum salat sucikanlah dirimu dari hadas. Hadas itu terdiri dari dua jenis, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Apa sih hadas kecil dan hadas besar itu? Yuk, baca pengertiannya di bawah ini. Hadas Kecil Hadas kecil adalah keadaan tidak suci yang disebabkan karena mengeluarkan sesuatu dari dubur dan kubul, seperti; Buang angin Buang air besar Buang air kecil Mengeluarkan madzi Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan, Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Ketika kamu berhadas kecil, ada beberapa hal yang tidak boleh kamu lakukan, yaitu: Menunaikan salat Tawaf di Kakbah Menyentuh Alquran Bagaimana cara kamu me...

Al-Farabi: Ilmuwan dan Filsuf Islam Terkemuka

Kalian pernah mendengar nama Al-Farabi belum? Sekarang kakak akan bercerita tentang beliau. Tolong di simak ya: Al-Farabi merupakan seorang ilmuwan muslim terkemuka. Ia memiliki seorang ayah berdarah Persia dan ibu berdarah Turki. Nama aslinya yaitu Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi. Selain itu, nama lain yang dikenal oleh orang Barat ialah Alpharabius atau Farabi. Al-Farabi dulu suka mempelajari Al-Quran, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama, dan aritmatika dasar. Di bukhara, ia juga belajar tentang musik. Kemudian mengembara ke Baghdad selama 10 tahun untuk menuntut ilmu. Setelah dari Baghdad, ia mengembara lagi ke Kota Harran - Syiria sebelah utara. Pada waktu itu, di sana menjadi pusat kebudayaan Yunani. Al-Farabi di sana belajar tentang filsafat. Setelah itu, ia pergi ke Damaskus. Pada usia 80 tahun ia wafat. Buah Pemikiran Al-Farabi Al-Farabi dikenal sebagai salah satu pemikir terkemuka abad pertengahan. Ketika masih hidup, Al-Farabi menghabiskan waktunya untuk me...

Kisah Sunan Gunung Jati

Nama Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Ayahnya bernama Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda. Sejak kecil, Syarif Hidayatullah sudah belajar ilmu agama. Dia anak yang tekun, ramah dan peduli kepada orang lain. Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Cirebon, Pasundan dan Priangan. Sunan Gunung Jati meninggal pada tahun 1568 Masehi dan dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati. Ilustrasi Konon pada suatu malam, Sunan Gunung Jati ingin melaksanakan salat tahajjud di rumahnya. Namun, dia merasa kalau hatinya tidak bisa khusyuk. Padahal sebelumnya dia bisa melakukan salat tahajjud dengan sangat khusyuk. “Ada apa ini. Kenapa malam ini aku tidak bisa khusyuk?” tanya Sunan Gunung Jati dalam hati. Dicobanya lagi mengucap takbir, tapi lagi-lagi hatinya tidak bisa khusyuk. “Mungkin aku salat di masjid saja. Sebaiknya aku pergi ke masjid. Siapa tahu bisa khusyuk.” Kemudian, Sunan Gunung Jati pergi ke masjid. Sesampainya di masjid, hatinya masih juga belum khusyuk...

Kisah Nabi Yunus As dan Penduduk Ninawa

Nabi Yunus merupakan seorang nabi yang diutus oleh Allah Swt. untuk berdakwah pada sebuah kaum yang bernama kaum Ninawa. Nabi Yunus sendiri bukan penduduk Ninawa. Tetapi beliau adalah seorang pendatang di sana. Penduduk Ninawa adalah penduduk yang tidak menyembah Allah. Mereka menyembah patung-patung dan menganggap bahwa patung-patung itu adalah tuhan mereka. Kepada penduduk Ninawa ini, Nabi Yunus mengingatkan agar mereka berhenti menyembah patung dan kemudian menyembah Allah Swt. “Wahai kaum Ninawa! Ketahuilah bahwa patung yang kalian sembah itu bukanlah tuhan. Sembahlah Allah yang telah menciptakan kita semua,” kata Nabi Yunus. Tetapi, karena mereka tidak mengenal Nabi Yunus dan menganggapnya sebagai orang asing, tidak ada diantara mereka yang mau mendengarkan perkataan Nabi Yunus. “Hai, siapa engkau? Kenapa engkau berani-berani melarang kami?” tanya mereka. “Aku adalah Yunus. Yunus bin Matta. Aku berasal dari daerah yang jauh. Aku diutus oleh Allah untuk mengingatkan kalia...

Kisah Kejujuran Seorang Pemuda Penggembala Kambing

Pada zaman dahulu, ketika Sayyidina Umar bin Khattab sedang mengadakan perjalanan dari Madinah ke Mekkah. Di tengah perjalanan ia melihat seorang pemuda yang sedang menggembala kambing dalam jumlah yang sangat banyak.   Khalifah Umar lalu mendekati pemuda itu dan mengutarakan niatnya untuk membeli seekor kambing.   “Wahai anak muda! Bolehkah aku membeli seekor kambing yang sedang engkau gembala?” tanya Sayyidina Umar.   “Saya ini hanya seorang budak, Tuan. Saya tidak memiliki kewenangan untuk menjual kambing ini. Semua kambing ini milik majikan saya,” jawab si penggembala dengan jujur.   “Meskipun kambing ini milik majikanmu, kalau saya beli satu pasti majikanmu tidak akan tahu. Nanti kamu ceritakan kepadanya bahwa kambing yang kamu gembala dimakan macan satu ekor,” ujar Sayyidina Umar menguji kejujuran pemuda itu.   Mendengar ajakan itu, pemuda itu memandang Sayyidina Umar sejenak. Si pemuda itu pun berkata, “Apa yang tuan katakan memang benar. Jika kambin...