Sunan Kudus adalah keponakan Sunan Bonang. Ayahnya bernama Sunan Ngudung dan ibunya bernama Syarifah (adik Sunan Bonang). Nama kecil Sunan Kudus adalah Ja’far Shodiq. Sunan Kudus banyak berguru kepada Sunan Kalijaga. Setelah banyak menimba ilmu, Sunan Kudus akhirnya berdakwah mengajarkan agama Islam kepada warga yang ada di daerah Jawa Tengah seperti Sragen, Simo, Kudus hingga Gunung Kidul.
Sunan Kudus dikenal sebagai orang yang pandai, ramah dan toleran. Saat mengajarkan agama Islam, Sunan Kudus menggunakan cara yang ramah, tidak memaksa namun juga tegas. Karena itu banyak orang yang bersimpati kepadanya.
Konon, ketika Ja’far Shodiq mau menyebarkan agama Islam di daerah Kudus, banyak warga di sana yang masih menganut agama Hindu dan Budha. Sunan Kudus tahu bahwa warga yang beragama Hindu sangat memuliakan binatang. Di antaranya adalah sapi. Itulah sebabnya kenapa penganut Hindu tidak mau makan daging sapi. Sebagian warga Kudus saat ini masih ada yang tidak mau makan daging sapi.
“Kalau begitu, aku harus memancing warga Hindu ini dengan sapi,” kata Sunan Kudus dalam hati. Maka pada suatu hari, Sunan Kudus mendatangi masjid sambil menuntun seekor sapi dan menambatkannya di halaman. Sapi itu diberi nama Kebo Gumarang.
“Eh, lihat! Untuk apa Ja’far Shodiq itu membawa sapi ke masjid?” tanya warga.
“Aku juga tidak tahu. Sebaiknya kita datangi saja dia dan bertanya, kenapa dia membawa sapi yang kita muliakan itu ke halaman masjid.”
Warga pun beramai-ramai mendatangi Ja’far Shodiq ke masjid. Mereka bertanya kenapa Ja’far Shodiq membawa sapi ke halaman masjid.
“Kalau kalian ingin tahu, silahkan kalian berwudhu dulu kemudian masuklah ke masjid. Di sana saya akan menjelaskannya kepada kalian.”
Warga pun mengikuti perintah Ja’far Shodiq (Sunan Kudus). Setelah meraka berada di dalam masjid, Sunan Kudus pun menjelaskan bahwa dalam Alquran ada sebuah surat yang artinya sapi betina. Di dalam surat itu, Allah Swt. menganjurkan kepada manusia agar beriman kepada-Nya, mengerjakan salat dan membayar zakat. Mendengar perkataan Sunan Kudus, warga Hindu itu akhirnya bersimpati dan tertarik mengikuti ajaran Sunan Kudus.
Untuk menarik simpati umat Budha, Sunan Kudus juga menggunakan cara yang ramah. Di masjidnya dia membangun gerbang, menara dan tempat wudhu yang mencontoh model bangunan umat Budha.
“Sunan, bentuk menara masjidmu ini sepertinya mirip dengan tempat ibadah kami,” kata warga yang beragama Budha.
“Kalian benar. Tapi tetap saja ada perbedaannya,” jawab Sunan Kudus.
“Apa perbedaannya, Sunan?”
“Akan saya jelaskan ceritanya di masjid. Silahkan kalian datang. Namun sebelum masuk masjid, kalian harus berwudhu, lalu membaca dua kalimat syahadat.”
Karena Sunan Kudus pandai bercerita, maka banyak warga yang beragama Budha dan Hindu tertarik kepadanya. Mereka kemudian menjadi pengikutnya yang memeluk agama Islam dengan hati yang sadar tanpa paksaan.
Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa mengajarkan kebaikan kepada orang lain itu harus dilakukan dengan cara yang ramah, tidak dengan cara yang keras, tidak memaksa apalagi sampai mengancam. Islam adalah agama yang ramah. Karena itu, ajarkanlah Islam dengan cara yang santun. Seperti Sunan Kudus di atas.
Sunan Kudus dikenal sebagai orang yang pandai, ramah dan toleran. Saat mengajarkan agama Islam, Sunan Kudus menggunakan cara yang ramah, tidak memaksa namun juga tegas. Karena itu banyak orang yang bersimpati kepadanya.
Konon, ketika Ja’far Shodiq mau menyebarkan agama Islam di daerah Kudus, banyak warga di sana yang masih menganut agama Hindu dan Budha. Sunan Kudus tahu bahwa warga yang beragama Hindu sangat memuliakan binatang. Di antaranya adalah sapi. Itulah sebabnya kenapa penganut Hindu tidak mau makan daging sapi. Sebagian warga Kudus saat ini masih ada yang tidak mau makan daging sapi.
“Kalau begitu, aku harus memancing warga Hindu ini dengan sapi,” kata Sunan Kudus dalam hati. Maka pada suatu hari, Sunan Kudus mendatangi masjid sambil menuntun seekor sapi dan menambatkannya di halaman. Sapi itu diberi nama Kebo Gumarang.
“Eh, lihat! Untuk apa Ja’far Shodiq itu membawa sapi ke masjid?” tanya warga.
“Aku juga tidak tahu. Sebaiknya kita datangi saja dia dan bertanya, kenapa dia membawa sapi yang kita muliakan itu ke halaman masjid.”
Warga pun beramai-ramai mendatangi Ja’far Shodiq ke masjid. Mereka bertanya kenapa Ja’far Shodiq membawa sapi ke halaman masjid.
“Kalau kalian ingin tahu, silahkan kalian berwudhu dulu kemudian masuklah ke masjid. Di sana saya akan menjelaskannya kepada kalian.”
Warga pun mengikuti perintah Ja’far Shodiq (Sunan Kudus). Setelah meraka berada di dalam masjid, Sunan Kudus pun menjelaskan bahwa dalam Alquran ada sebuah surat yang artinya sapi betina. Di dalam surat itu, Allah Swt. menganjurkan kepada manusia agar beriman kepada-Nya, mengerjakan salat dan membayar zakat. Mendengar perkataan Sunan Kudus, warga Hindu itu akhirnya bersimpati dan tertarik mengikuti ajaran Sunan Kudus.
Untuk menarik simpati umat Budha, Sunan Kudus juga menggunakan cara yang ramah. Di masjidnya dia membangun gerbang, menara dan tempat wudhu yang mencontoh model bangunan umat Budha.
“Sunan, bentuk menara masjidmu ini sepertinya mirip dengan tempat ibadah kami,” kata warga yang beragama Budha.
“Kalian benar. Tapi tetap saja ada perbedaannya,” jawab Sunan Kudus.
“Apa perbedaannya, Sunan?”
Ilustrasi |
Karena Sunan Kudus pandai bercerita, maka banyak warga yang beragama Budha dan Hindu tertarik kepadanya. Mereka kemudian menjadi pengikutnya yang memeluk agama Islam dengan hati yang sadar tanpa paksaan.
Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa mengajarkan kebaikan kepada orang lain itu harus dilakukan dengan cara yang ramah, tidak dengan cara yang keras, tidak memaksa apalagi sampai mengancam. Islam adalah agama yang ramah. Karena itu, ajarkanlah Islam dengan cara yang santun. Seperti Sunan Kudus di atas.
Komentar
Posting Komentar