Pada zaman dahulu, tinggallah seorang janda tua di sebuah desa yang terpencil. Namanya Mbok Sarni. Di rumah yang sederhananya, Mbok Sarni menghabiskan masa tuanya seorang diri. Ia belum dikaruniai seorang anak ketika suaminya masih ada. Mbok Sarni sebenarnya berharap mempunyai seorang anak, untuk mengusir rasa sepinya. Selain itu, ia juga mempunyai teman untuk membantu kerjanya.
Suatu hari, Mbok Sarni kehabisan kayu bakar. Ia pun pergi ke sebuah hutan untuk mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Di tengah-tengah perjalanannya, Mbok Sarni bertemu dengan sosok yang sangat besar, yakni raksasa.
“Hai wanita tua! Kamu mau ke mana?” tanya si Raksasa kepada Mbok Sarni.
“Aku hanya ingin mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Tolong jangan ganggu aku,” jawab Mbok Sarni dengan rasa takut.
“Wahahaha...., kamu boleh saja mencari dan mengumpulkan kayu bakar di hutan ini. Tapi kamu harus memberiku seorang anak.”
“Bagaimana aku memberimu seorang anak? Aku belum dikaruniainya.”
“Wohohoho...., hai wanita tua! Ini aku beri kamu biji mentimun. Tanamlah biji itu di depan halaman rumahmu. Kelak, dari biji itu akan tumbuh buah mentimun yang besar dan di dalamnya ada seorang bayi. Rawatlah bayi itu dan kelak aku akan memintanya setelah tumbuh menjadi gadis yang cantik.”
“Baiklah..., aku akan menanamnya setelah mengumpulkan kayu bakar dari hutan ini,” jawab Mbok Sarni.
Setelah Mbok Sarni mengumpulkan cukup kayu bakar untuk kebutuhan memasaknya. Ia pun pulang dan langsung menanam biji mentimun itu di depan halaman rumahnya.
Setelah beberapa saat, biji mentimun itu tumbuh dan berbuah sangat besar. Mbok Sarni pun segera memetiknya dan membelahnya. Ia pun terkejut.
“Sungguh, ini benar-benar seorang bayi,” batin Mbok Sarni. Mbok Sarni pun menamai bayi perempuan itu dengan nama Timun Emas.
Ketika Timun Emas tumbuh dewasa dan telah menjadi seorang gadis yang cantik jelita, Mbok Sarni pun tampak bahagia. Namun, Mbok Sarni lupa bahwa Timun Emas adalah seorang anak titipan.
Suatu hari, raksasa akhirnya datang. Mbok Sarni pun ingat. Tapi apadaya, rasa kasih dan sayangnya kepada Timun Emas, membuatnya tidak mau kehilangan.
“Wahai raksasa! Datanglah kemari beberapa tahun lagi. Jika anak ini sudah tumbuh dewasa, ia akan lebih enak untuk kamu mangsa.”
Raksasa itu pun mengangguk dan menyetujui ide Mbok Sarni. Kemudian, raksasa itu pun pergi meninggalkan janda tua itu.
Perjanjian telah dibuat. Sebenarnya, niat Mbok Sarni baik. Ia tidak tega kehilangan seorang anak. Terlebih untuk di mangsa oleh raksasa. Hati orang tua tidak akan tega dengan itu.
Pada malam harinya, Mbok Sarni pun bermimpi. Ia mendapat bisikan supaya Timun Emas menemui seorang petapa sakti di sebuah gunung.
Ketika Mbok Sarni terbangun di pagi hari, ia segera memberi tahu mimpi itu kepada Timun Emas, anaknya. Timun Emas pun paham hal itu. Ia pun segera pergi menemui petapa itu.
Ketika Timun Emas sampai di tempat petapa sakti. Ia pun mengutarakan maksud dan tujuannya datang menemui petapa sakti itu. Sang petapa sakti pun memberikan tiga buah bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, garam dan terasi.
“Lemparkanlah satu per satu bungkusan ini jika kamu di kejar-kejar oleh raksasa itu!” perintah sang petapa sakti.
Timun Emas pun berterimakasih atas bantuan sang petapa sakti. Ia pun pamit dan segera pulang. Di rumah Mbok Sarni, ibunya, ia pun menceritakan apa yang diperintahkan oleh petapa sakti.
Waktu dua tahun adalah waktu singkat bagi Mbok Sarni dan Timun Emas. Pada saat hari penagihan janji telah datang, raksasa itu pun menghampiri rumah Mbok Sarni.
“Hai, janda tua! Mana anak gadismu itu? Aku sudah tidak tahan lagi untuk memangsanya.
“Aku mohon, janganlah mangsa anak ini. Lebih baik, mangsa saja aku yang sudah tua ini.”
Akan tetapi, penawaran Mbok Sarni tidak lagi digubris oleh sang raksasa itu. Raksasa itu marah dan menjejakkan kakinya ke tanah. Dari kejauhan, Timun Emas datang dan memanggil raksasa itu.
“Hai, raksasa! Aku di sini, tangkap aku kalau bisa,” teriak Timun Emas.
“Huwa...., Huwa.....,” teriak raksasa itu sambil mengejar Timun Emas.
Timun Emas pun segera mengambil kantong yang berisi biji mentimun. Kemudian, ia lemparkan biji itu. Ajaib, biji itu seketika tumbuh dan berbuah sangat lebat.
Raksasa itu pun bingung untuk berlari. Sebab, akar mentimun menghalangi dan melilitnya. Raksasa itu pun tidak bisa berlari cepat lagi. Namun, beberapa waktu kemudian, raksasa itu bisa meloloskan diri.
Timun Emas pun segera mengambil satu kantong lagi yang berisi garam. Ia pun menaburkannya lagi. Ajaibnya, taburan garam itu menjadi lautan yang luas. Akan tetapi, raksasa itu bisa melaluinya dengan mudah. Ia mempunyai tubuh yang besar.
Kemudian, Timun Emas segera mengambil kantong berikutnya yang berisi terasi. Ketika terasi itu dilemparkan, terbentuklah genangan lumpur yang dalam. Raksasa itu pun terjerembab di dalamnya. Akhirnya, raksasa itu pun tenggelam di dalam lumpur itu.
Timun Emas pun bersyukur karena bisa selamat dari kejaran raksasa itu. Ia pun kembali ke rumah. Mbok Sarni pun bahagia, anaknya bisa selamat. Mbok Sarni dan Timun Emas pun hidup bahagia.
Suatu hari, Mbok Sarni kehabisan kayu bakar. Ia pun pergi ke sebuah hutan untuk mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Di tengah-tengah perjalanannya, Mbok Sarni bertemu dengan sosok yang sangat besar, yakni raksasa.
“Hai wanita tua! Kamu mau ke mana?” tanya si Raksasa kepada Mbok Sarni.
“Aku hanya ingin mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Tolong jangan ganggu aku,” jawab Mbok Sarni dengan rasa takut.
“Wahahaha...., kamu boleh saja mencari dan mengumpulkan kayu bakar di hutan ini. Tapi kamu harus memberiku seorang anak.”
“Bagaimana aku memberimu seorang anak? Aku belum dikaruniainya.”
“Wohohoho...., hai wanita tua! Ini aku beri kamu biji mentimun. Tanamlah biji itu di depan halaman rumahmu. Kelak, dari biji itu akan tumbuh buah mentimun yang besar dan di dalamnya ada seorang bayi. Rawatlah bayi itu dan kelak aku akan memintanya setelah tumbuh menjadi gadis yang cantik.”
“Baiklah..., aku akan menanamnya setelah mengumpulkan kayu bakar dari hutan ini,” jawab Mbok Sarni.
Setelah Mbok Sarni mengumpulkan cukup kayu bakar untuk kebutuhan memasaknya. Ia pun pulang dan langsung menanam biji mentimun itu di depan halaman rumahnya.
Setelah beberapa saat, biji mentimun itu tumbuh dan berbuah sangat besar. Mbok Sarni pun segera memetiknya dan membelahnya. Ia pun terkejut.
“Sungguh, ini benar-benar seorang bayi,” batin Mbok Sarni. Mbok Sarni pun menamai bayi perempuan itu dengan nama Timun Emas.
Ketika Timun Emas tumbuh dewasa dan telah menjadi seorang gadis yang cantik jelita, Mbok Sarni pun tampak bahagia. Namun, Mbok Sarni lupa bahwa Timun Emas adalah seorang anak titipan.
Suatu hari, raksasa akhirnya datang. Mbok Sarni pun ingat. Tapi apadaya, rasa kasih dan sayangnya kepada Timun Emas, membuatnya tidak mau kehilangan.
“Wahai raksasa! Datanglah kemari beberapa tahun lagi. Jika anak ini sudah tumbuh dewasa, ia akan lebih enak untuk kamu mangsa.”
Raksasa itu pun mengangguk dan menyetujui ide Mbok Sarni. Kemudian, raksasa itu pun pergi meninggalkan janda tua itu.
Perjanjian telah dibuat. Sebenarnya, niat Mbok Sarni baik. Ia tidak tega kehilangan seorang anak. Terlebih untuk di mangsa oleh raksasa. Hati orang tua tidak akan tega dengan itu.
Pada malam harinya, Mbok Sarni pun bermimpi. Ia mendapat bisikan supaya Timun Emas menemui seorang petapa sakti di sebuah gunung.
Ketika Mbok Sarni terbangun di pagi hari, ia segera memberi tahu mimpi itu kepada Timun Emas, anaknya. Timun Emas pun paham hal itu. Ia pun segera pergi menemui petapa itu.
Ketika Timun Emas sampai di tempat petapa sakti. Ia pun mengutarakan maksud dan tujuannya datang menemui petapa sakti itu. Sang petapa sakti pun memberikan tiga buah bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, garam dan terasi.
“Lemparkanlah satu per satu bungkusan ini jika kamu di kejar-kejar oleh raksasa itu!” perintah sang petapa sakti.
Timun Emas pun berterimakasih atas bantuan sang petapa sakti. Ia pun pamit dan segera pulang. Di rumah Mbok Sarni, ibunya, ia pun menceritakan apa yang diperintahkan oleh petapa sakti.
Waktu dua tahun adalah waktu singkat bagi Mbok Sarni dan Timun Emas. Pada saat hari penagihan janji telah datang, raksasa itu pun menghampiri rumah Mbok Sarni.
“Hai, janda tua! Mana anak gadismu itu? Aku sudah tidak tahan lagi untuk memangsanya.
“Aku mohon, janganlah mangsa anak ini. Lebih baik, mangsa saja aku yang sudah tua ini.”
Akan tetapi, penawaran Mbok Sarni tidak lagi digubris oleh sang raksasa itu. Raksasa itu marah dan menjejakkan kakinya ke tanah. Dari kejauhan, Timun Emas datang dan memanggil raksasa itu.
“Hai, raksasa! Aku di sini, tangkap aku kalau bisa,” teriak Timun Emas.
“Huwa...., Huwa.....,” teriak raksasa itu sambil mengejar Timun Emas.
![]() |
Ilustrasi |
Raksasa itu pun bingung untuk berlari. Sebab, akar mentimun menghalangi dan melilitnya. Raksasa itu pun tidak bisa berlari cepat lagi. Namun, beberapa waktu kemudian, raksasa itu bisa meloloskan diri.
Timun Emas pun segera mengambil satu kantong lagi yang berisi garam. Ia pun menaburkannya lagi. Ajaibnya, taburan garam itu menjadi lautan yang luas. Akan tetapi, raksasa itu bisa melaluinya dengan mudah. Ia mempunyai tubuh yang besar.
Kemudian, Timun Emas segera mengambil kantong berikutnya yang berisi terasi. Ketika terasi itu dilemparkan, terbentuklah genangan lumpur yang dalam. Raksasa itu pun terjerembab di dalamnya. Akhirnya, raksasa itu pun tenggelam di dalam lumpur itu.
Timun Emas pun bersyukur karena bisa selamat dari kejaran raksasa itu. Ia pun kembali ke rumah. Mbok Sarni pun bahagia, anaknya bisa selamat. Mbok Sarni dan Timun Emas pun hidup bahagia.
Komentar
Posting Komentar