Langsung ke konten utama

Kisah Timun Emas dan Raksasa

Pada zaman dahulu, tinggallah seorang janda tua di sebuah desa yang terpencil. Namanya Mbok Sarni. Di rumah yang sederhananya, Mbok Sarni menghabiskan masa tuanya seorang diri. Ia belum dikaruniai seorang anak ketika suaminya masih ada. Mbok Sarni sebenarnya berharap mempunyai seorang anak, untuk mengusir rasa sepinya. Selain itu, ia juga mempunyai teman untuk membantu kerjanya.

Suatu hari, Mbok Sarni kehabisan kayu bakar. Ia pun pergi ke sebuah hutan untuk mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Di tengah-tengah perjalanannya, Mbok Sarni bertemu dengan sosok yang sangat besar, yakni raksasa.

“Hai wanita tua! Kamu mau ke mana?” tanya si Raksasa kepada Mbok Sarni.

“Aku hanya ingin mencari dan mengumpulkan kayu bakar. Tolong jangan ganggu aku,” jawab Mbok Sarni dengan rasa takut.

“Wahahaha...., kamu boleh saja mencari dan mengumpulkan kayu bakar di hutan ini. Tapi kamu harus memberiku seorang anak.”

“Bagaimana aku memberimu seorang anak? Aku belum dikaruniainya.”

“Wohohoho...., hai wanita tua! Ini aku beri kamu biji mentimun. Tanamlah biji itu di depan halaman rumahmu. Kelak, dari biji itu akan tumbuh buah mentimun yang besar dan di dalamnya ada seorang bayi. Rawatlah bayi itu dan kelak aku akan memintanya setelah tumbuh menjadi gadis yang cantik.”

“Baiklah..., aku akan menanamnya setelah mengumpulkan kayu bakar dari hutan ini,” jawab Mbok Sarni.

Setelah Mbok Sarni mengumpulkan cukup kayu bakar untuk kebutuhan memasaknya. Ia pun pulang dan langsung menanam biji mentimun itu di depan halaman rumahnya.

Setelah beberapa saat, biji mentimun itu tumbuh dan berbuah sangat besar. Mbok Sarni pun segera memetiknya dan membelahnya. Ia pun terkejut.

“Sungguh, ini benar-benar seorang bayi,” batin Mbok Sarni. Mbok Sarni pun menamai bayi perempuan itu dengan nama Timun Emas.

Ketika Timun Emas tumbuh dewasa dan telah menjadi seorang gadis yang cantik jelita, Mbok Sarni pun tampak bahagia. Namun, Mbok Sarni lupa bahwa Timun Emas adalah seorang anak titipan.

Suatu hari, raksasa akhirnya datang. Mbok Sarni pun ingat. Tapi apadaya, rasa kasih dan sayangnya kepada Timun Emas, membuatnya tidak mau kehilangan.

“Wahai raksasa! Datanglah kemari beberapa tahun lagi. Jika anak ini sudah tumbuh dewasa, ia akan lebih enak untuk kamu mangsa.”

Raksasa itu pun mengangguk dan menyetujui ide Mbok Sarni. Kemudian, raksasa itu pun pergi meninggalkan janda tua itu.

Perjanjian telah dibuat. Sebenarnya, niat Mbok Sarni baik. Ia tidak tega kehilangan seorang anak. Terlebih untuk di mangsa oleh raksasa. Hati orang tua tidak akan tega dengan itu. 

Pada malam harinya, Mbok Sarni pun bermimpi. Ia mendapat bisikan supaya Timun Emas menemui seorang petapa sakti di sebuah gunung.

Ketika Mbok Sarni terbangun di pagi hari, ia segera memberi tahu mimpi itu kepada Timun Emas, anaknya. Timun Emas pun paham hal itu. Ia pun segera pergi menemui petapa itu.

Ketika Timun Emas sampai di tempat petapa sakti. Ia pun mengutarakan maksud dan tujuannya datang menemui petapa sakti itu. Sang petapa sakti pun memberikan tiga buah bungkusan kecil yang isinya biji mentimun, garam dan terasi.

“Lemparkanlah satu per satu bungkusan ini jika kamu di kejar-kejar oleh raksasa itu!” perintah sang petapa sakti.

Timun Emas pun berterimakasih atas bantuan sang petapa sakti. Ia pun pamit dan segera pulang. Di rumah Mbok Sarni, ibunya, ia pun menceritakan apa yang diperintahkan oleh petapa sakti.

Waktu dua tahun adalah waktu singkat bagi Mbok Sarni dan Timun Emas. Pada saat hari penagihan janji telah datang, raksasa itu pun menghampiri rumah Mbok Sarni.

“Hai, janda tua! Mana anak gadismu itu? Aku sudah tidak tahan lagi untuk memangsanya.

“Aku mohon, janganlah mangsa anak ini. Lebih baik, mangsa saja aku yang sudah tua ini.”

Akan tetapi, penawaran Mbok Sarni tidak lagi digubris oleh sang raksasa itu. Raksasa itu marah dan menjejakkan kakinya ke tanah. Dari kejauhan, Timun Emas datang dan memanggil raksasa itu.

“Hai, raksasa! Aku di sini, tangkap aku kalau bisa,” teriak Timun Emas.

“Huwa...., Huwa.....,” teriak raksasa itu sambil mengejar Timun Emas.

Ilustrasi
Timun Emas pun segera mengambil kantong yang berisi biji mentimun. Kemudian, ia lemparkan biji itu. Ajaib, biji itu seketika tumbuh dan berbuah sangat lebat.
Raksasa itu pun bingung untuk berlari. Sebab, akar mentimun menghalangi dan melilitnya. Raksasa itu pun tidak bisa berlari cepat lagi. Namun, beberapa waktu kemudian, raksasa itu bisa meloloskan diri.

Timun Emas pun segera mengambil satu kantong lagi yang berisi garam. Ia pun menaburkannya lagi. Ajaibnya, taburan garam itu menjadi lautan yang luas. Akan tetapi, raksasa itu bisa melaluinya dengan mudah. Ia mempunyai tubuh yang besar.

Kemudian, Timun Emas segera mengambil kantong berikutnya yang berisi terasi. Ketika terasi itu dilemparkan, terbentuklah genangan lumpur yang dalam. Raksasa itu pun terjerembab di dalamnya. Akhirnya, raksasa itu pun tenggelam di dalam lumpur itu.

Timun Emas pun bersyukur karena bisa selamat dari kejaran raksasa itu. Ia pun kembali ke rumah. Mbok Sarni pun bahagia, anaknya bisa selamat. Mbok Sarni dan Timun Emas pun hidup bahagia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa sih Hadas dan Najis Itu?

Ilustrasi Tahukah kalian apa itu hadas? Hadas adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya ibadah, terutama salat, baik itu wajib maupun sunah. Maka dari itu, jika kamu hendak salat, maka jangan lupa untuk bersuci dulu. Sebab, jika kamu berhadas, maka salat mu tidak sah. Ingat-ingat ya, sebelum salat sucikanlah dirimu dari hadas. Hadas itu terdiri dari dua jenis, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Apa sih hadas kecil dan hadas besar itu? Yuk, baca pengertiannya di bawah ini. Hadas Kecil Hadas kecil adalah keadaan tidak suci yang disebabkan karena mengeluarkan sesuatu dari dubur dan kubul, seperti; Buang angin Buang air besar Buang air kecil Mengeluarkan madzi Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan, Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Ketika kamu berhadas kecil, ada beberapa hal yang tidak boleh kamu lakukan, yaitu: Menunaikan salat Tawaf di Kakbah Menyentuh Alquran Bagaimana cara kamu me...

Al-Farabi: Ilmuwan dan Filsuf Islam Terkemuka

Kalian pernah mendengar nama Al-Farabi belum? Sekarang kakak akan bercerita tentang beliau. Tolong di simak ya: Al-Farabi merupakan seorang ilmuwan muslim terkemuka. Ia memiliki seorang ayah berdarah Persia dan ibu berdarah Turki. Nama aslinya yaitu Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi. Selain itu, nama lain yang dikenal oleh orang Barat ialah Alpharabius atau Farabi. Al-Farabi dulu suka mempelajari Al-Quran, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama, dan aritmatika dasar. Di bukhara, ia juga belajar tentang musik. Kemudian mengembara ke Baghdad selama 10 tahun untuk menuntut ilmu. Setelah dari Baghdad, ia mengembara lagi ke Kota Harran - Syiria sebelah utara. Pada waktu itu, di sana menjadi pusat kebudayaan Yunani. Al-Farabi di sana belajar tentang filsafat. Setelah itu, ia pergi ke Damaskus. Pada usia 80 tahun ia wafat. Buah Pemikiran Al-Farabi Al-Farabi dikenal sebagai salah satu pemikir terkemuka abad pertengahan. Ketika masih hidup, Al-Farabi menghabiskan waktunya untuk me...

Kisah Sunan Gunung Jati

Nama Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Ayahnya bernama Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda. Sejak kecil, Syarif Hidayatullah sudah belajar ilmu agama. Dia anak yang tekun, ramah dan peduli kepada orang lain. Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Cirebon, Pasundan dan Priangan. Sunan Gunung Jati meninggal pada tahun 1568 Masehi dan dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati. Ilustrasi Konon pada suatu malam, Sunan Gunung Jati ingin melaksanakan salat tahajjud di rumahnya. Namun, dia merasa kalau hatinya tidak bisa khusyuk. Padahal sebelumnya dia bisa melakukan salat tahajjud dengan sangat khusyuk. “Ada apa ini. Kenapa malam ini aku tidak bisa khusyuk?” tanya Sunan Gunung Jati dalam hati. Dicobanya lagi mengucap takbir, tapi lagi-lagi hatinya tidak bisa khusyuk. “Mungkin aku salat di masjid saja. Sebaiknya aku pergi ke masjid. Siapa tahu bisa khusyuk.” Kemudian, Sunan Gunung Jati pergi ke masjid. Sesampainya di masjid, hatinya masih juga belum khusyuk...

Kisah Nabi Yunus As dan Penduduk Ninawa

Nabi Yunus merupakan seorang nabi yang diutus oleh Allah Swt. untuk berdakwah pada sebuah kaum yang bernama kaum Ninawa. Nabi Yunus sendiri bukan penduduk Ninawa. Tetapi beliau adalah seorang pendatang di sana. Penduduk Ninawa adalah penduduk yang tidak menyembah Allah. Mereka menyembah patung-patung dan menganggap bahwa patung-patung itu adalah tuhan mereka. Kepada penduduk Ninawa ini, Nabi Yunus mengingatkan agar mereka berhenti menyembah patung dan kemudian menyembah Allah Swt. “Wahai kaum Ninawa! Ketahuilah bahwa patung yang kalian sembah itu bukanlah tuhan. Sembahlah Allah yang telah menciptakan kita semua,” kata Nabi Yunus. Tetapi, karena mereka tidak mengenal Nabi Yunus dan menganggapnya sebagai orang asing, tidak ada diantara mereka yang mau mendengarkan perkataan Nabi Yunus. “Hai, siapa engkau? Kenapa engkau berani-berani melarang kami?” tanya mereka. “Aku adalah Yunus. Yunus bin Matta. Aku berasal dari daerah yang jauh. Aku diutus oleh Allah untuk mengingatkan kalia...

Kisah Kejujuran Seorang Pemuda Penggembala Kambing

Pada zaman dahulu, ketika Sayyidina Umar bin Khattab sedang mengadakan perjalanan dari Madinah ke Mekkah. Di tengah perjalanan ia melihat seorang pemuda yang sedang menggembala kambing dalam jumlah yang sangat banyak.   Khalifah Umar lalu mendekati pemuda itu dan mengutarakan niatnya untuk membeli seekor kambing.   “Wahai anak muda! Bolehkah aku membeli seekor kambing yang sedang engkau gembala?” tanya Sayyidina Umar.   “Saya ini hanya seorang budak, Tuan. Saya tidak memiliki kewenangan untuk menjual kambing ini. Semua kambing ini milik majikan saya,” jawab si penggembala dengan jujur.   “Meskipun kambing ini milik majikanmu, kalau saya beli satu pasti majikanmu tidak akan tahu. Nanti kamu ceritakan kepadanya bahwa kambing yang kamu gembala dimakan macan satu ekor,” ujar Sayyidina Umar menguji kejujuran pemuda itu.   Mendengar ajakan itu, pemuda itu memandang Sayyidina Umar sejenak. Si pemuda itu pun berkata, “Apa yang tuan katakan memang benar. Jika kambin...