Nabi Ya’qub adalah putranya Nabi Ishaq. Dia dilahirkan di Palestina. Tapi kemudian dia pergi meninggalkan kampung halamannya menuju Irak. Nabi Ya’qub adalah orang yang sangat sabar, patuh kepada kedua orangtuanya dan taat beribadah. Karena itu, Nabi Ishaq sangat menyayanginya. Terutama ibunya Nabi Ishaq yang bernama Rifqah binti Azhar
Nabi Ya’qub punya saudara kembar. Namanya Ishu. Meskipun Nabi Ya’qub adalah saudara kembar Ishu, tapi ibunya lebih mencintai Ya’qub. Konon, Nabi Ishaq pernah memerintahkan kepada istrinya agar mengajak Ya’qub dan Ishu untuk didoakan. Tapi yang diajak oleh ibunya hanya Ya’qub. Sejak itulah Ishu tidak senang kepada Ya’qub.
Setiap hari, Ishu selalu menunjukkan sikap tidak senangnya kepada Ya’qub. Karena itulah suatu hari Nabi Ishaq memanggil Ya’qub.
“Ya’qub! Ayah sangat sedih melihat kamu tidak akur dengan saudara kembarmu,” kata Nabi Ishaq dengan lemah lembut.
“Aku juga sedih, ayah. Tapi aku tidak tahu, bagaimana menghadapi Ishu,” jawab Ya’qub.
“Mungkin Ishu akan senang kalau aku pergi dari sini,” lanjut Ya’qub.
Nabi Ishaq diam memperhatikan putranya. Kemudian dia berkata, “Kau benar, Ya’qub. Kau sebaiknya pergi untuk sementara waktu. Pergilah ke Irak. Di sana kau punya seorang paman. Namanya Laban. Temui pamanmu itu,” kata Nabi Ishaq.
“Namun ingat, Ya’qub. Di sana, kamu harus menyebarkan ajaran-ajaran Allah.”
“Baik, ayah. Aku akan melakukan apa yang ayah perintahkan,” jawab Ya’qub.
Nabi Ya’qub akhirnya pergi meninggalkan Palestina menuju Irak. Dia patuh kepada perintah ayahnya. Di tengah perjalanan, Nabi Ya’qub merasa kelelahan. Akhirnya dia tertidur di bawah pohon yang rindang. Dalam tidurnya dia bermimpi bertemu orang-orang Irak. Dalam mimpinya, dia melihat orang-orang Irak semuanya merasa senang menyambut kehadiran Ya’qub.
Setelah cukup beristirahat, Nabi Ya’qub melanjutkan perjalanan hingga sampailah dia di Irak. Di sana Ya’qub bertanya rumah pamannya yang bernama Laban kepada orang yang dijumpai. Setelah ditunjukkan, Ya’qub akhirnya menuju rumah pamannya. Di sana dia terkejut karena melihat seorang perempuan. Ya’qub merasa takut.
“Kamu cari siapa?” tanya perempuan itu.
“Aku mencari rumah pamanku. Namanya Laban. Apakah ini benar rumahnya?” tanya Ya’qub sambil menundukkan wajah.
“Benar. Dia adalah ayahku. Silahkan masuk,” kata perempuan itu.
Setelah itu Nabi Ya’qub dipertemukan dengan pamannya. “Aku adalah Ya’qub, putra Ishaq bin Ibrahim,” kata Ya’qub setelah ditanya oleh Laban. Kemudian Laban memeluk Ya’qub.
“Alhamdulillah, aku sudah lama mengharap kedatangan Ishaq. Meski yang datang adalah putranya, aku sangat bahagia,” jawab Laban.
Setelah berbincang-bincang, akhirnya Ya’qub menyampaikan perintah ayahnya, Nabi Ishaq.
“Paman! Aku diperintahkan oleh ayahku untuk menyebarkan dakwah di sini. Selain itu, aku juga diperintahkan untuk meminta anakmu untuk menjadi istriku. Maaf kalau aku lancang, paman,” kata Ya’qub.
“Tidak bisa!” kata Laban. Nabi Ya’qub terkejut mendengar ucapan pamannya. “Kamu boleh melamar anakku, tapi syaratnya kamu harus bekerja selama tujuh tahun mengurus ternakku.”
Nabi Ya’qub akhirnya setuju dengan syarat itu. Selama tujuh tahun Nabi Ya’qub mengurus ternak pamannya. Dia juga tidak lupa menjalankan perintah ayahnya, yakni beribadah dan menyebarkan ajaran agama Allah kepada penduduk di sekitarnya. Setelah tujuh tahun bekerja, akhirnya Nabi Ya’qub menikah dengan puteri pamannya yang bernama Layya, anak pertama Laban. Kemudian Ya’qub juga menikah dengan puteri kedua pamannya yang bernama Rahel. Nanti, Nabi Ya’qub melahirkan dua belas orang putra. Salah satunya adalah Nabi Yusuf.
Adik-adik yang saleh-salehah, dari kisah Nabi Ya’qub ini, kalian bisa mengambil beberapa pelajaran:
Pertama, patuhlah kepada Allah dan kepada kedua orangtuamu. Lihat Nabi Ya’qub. Meskipun dia berat hati pergi meninggalkan kampung halamannya, tapi karena diperintah oleh ayahnya demi tujuan yang baik, Nabi Ya’qub tetap patuh.
Kedua, jangan pilih kasih kepada orang karena akan menyebabkan permusuhan. Seperti Ishu yang tidak senang kepada saudara kembarnya, Ya’qub. Ibu Nabi Ya’qub yang lebih memperhatikan Ya’qub membuat Ishu tidak senang. Semoga Allah mengampuni ibunda Nabi Ya’qub.
Setiap hari, Ishu selalu menunjukkan sikap tidak senangnya kepada Ya’qub. Karena itulah suatu hari Nabi Ishaq memanggil Ya’qub.
“Ya’qub! Ayah sangat sedih melihat kamu tidak akur dengan saudara kembarmu,” kata Nabi Ishaq dengan lemah lembut.
“Aku juga sedih, ayah. Tapi aku tidak tahu, bagaimana menghadapi Ishu,” jawab Ya’qub.
“Mungkin Ishu akan senang kalau aku pergi dari sini,” lanjut Ya’qub.
Nabi Ishaq diam memperhatikan putranya. Kemudian dia berkata, “Kau benar, Ya’qub. Kau sebaiknya pergi untuk sementara waktu. Pergilah ke Irak. Di sana kau punya seorang paman. Namanya Laban. Temui pamanmu itu,” kata Nabi Ishaq.
“Namun ingat, Ya’qub. Di sana, kamu harus menyebarkan ajaran-ajaran Allah.”
“Baik, ayah. Aku akan melakukan apa yang ayah perintahkan,” jawab Ya’qub.
Nabi Ya’qub akhirnya pergi meninggalkan Palestina menuju Irak. Dia patuh kepada perintah ayahnya. Di tengah perjalanan, Nabi Ya’qub merasa kelelahan. Akhirnya dia tertidur di bawah pohon yang rindang. Dalam tidurnya dia bermimpi bertemu orang-orang Irak. Dalam mimpinya, dia melihat orang-orang Irak semuanya merasa senang menyambut kehadiran Ya’qub.
Setelah cukup beristirahat, Nabi Ya’qub melanjutkan perjalanan hingga sampailah dia di Irak. Di sana Ya’qub bertanya rumah pamannya yang bernama Laban kepada orang yang dijumpai. Setelah ditunjukkan, Ya’qub akhirnya menuju rumah pamannya. Di sana dia terkejut karena melihat seorang perempuan. Ya’qub merasa takut.
“Kamu cari siapa?” tanya perempuan itu.
“Aku mencari rumah pamanku. Namanya Laban. Apakah ini benar rumahnya?” tanya Ya’qub sambil menundukkan wajah.
“Benar. Dia adalah ayahku. Silahkan masuk,” kata perempuan itu.
Setelah itu Nabi Ya’qub dipertemukan dengan pamannya. “Aku adalah Ya’qub, putra Ishaq bin Ibrahim,” kata Ya’qub setelah ditanya oleh Laban. Kemudian Laban memeluk Ya’qub.
“Alhamdulillah, aku sudah lama mengharap kedatangan Ishaq. Meski yang datang adalah putranya, aku sangat bahagia,” jawab Laban.
Setelah berbincang-bincang, akhirnya Ya’qub menyampaikan perintah ayahnya, Nabi Ishaq.
“Paman! Aku diperintahkan oleh ayahku untuk menyebarkan dakwah di sini. Selain itu, aku juga diperintahkan untuk meminta anakmu untuk menjadi istriku. Maaf kalau aku lancang, paman,” kata Ya’qub.
“Tidak bisa!” kata Laban. Nabi Ya’qub terkejut mendengar ucapan pamannya. “Kamu boleh melamar anakku, tapi syaratnya kamu harus bekerja selama tujuh tahun mengurus ternakku.”
Ilustrasi |
Adik-adik yang saleh-salehah, dari kisah Nabi Ya’qub ini, kalian bisa mengambil beberapa pelajaran:
Pertama, patuhlah kepada Allah dan kepada kedua orangtuamu. Lihat Nabi Ya’qub. Meskipun dia berat hati pergi meninggalkan kampung halamannya, tapi karena diperintah oleh ayahnya demi tujuan yang baik, Nabi Ya’qub tetap patuh.
Kedua, jangan pilih kasih kepada orang karena akan menyebabkan permusuhan. Seperti Ishu yang tidak senang kepada saudara kembarnya, Ya’qub. Ibu Nabi Ya’qub yang lebih memperhatikan Ya’qub membuat Ishu tidak senang. Semoga Allah mengampuni ibunda Nabi Ya’qub.
Komentar
Posting Komentar