Sunan Giri merupakan putra Maulana Ishak. Dia juga keponakan Maulana Malik Ibrahim. Nama kecil Sunan Giri adalah Raden Paku atau Muhammad Ainul Yaqin. Sunan Giri lahir di Blambangan (Banyuwangi) pada tahun 1442 Masehi.
Sejak kecil Sunan Giri belajar kepada Sunan Ampel. Setelah menimba banyak ilmu, Sunan Giri ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Giri kemudian mendirikan pesantren di sebuah daerah perbukitan yang ada di desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit itu disebut ‘Giri’. Itulah sebabnya Raden Paku atau Muhammad Ainul Yaqin dijuluki Sunan Giri.
Sunan Giri tidak hanya pandai. Tapi beliau juga memiliki karomah (kekuatan) yang diberikan langsung oleh Allah kepadanya. Konon, setelah mendirikan pesantren, nama Sunan Giri semakin terkenal. Nama Sunan Giri juga didengar oleh Begawan Minto Semeru yang mempunyai Padepokan. Di padepokan itulah Begawan Minto Semeru melatih murid-muridnya dengan ilmu kesaktian.
“Aku tidak mau ada menyaingiku. Aku akan pergi menemui Sunan Giri. Aku akan adu ilmu kesaktian dengan dia,” kata Begawan Minto Semeru yang merasa iri kepada Sunan Giri.
Maka berangkatlah Begawan Minto untuk menemui Sunan Giri. Setelah sampai, Begawan Minto ditemui murid Sunan Giri.
“Ada keperluan apa tuan kemari?” tanya murid Sunan Giri.
“Bilang pada gurumu. Aku Begawan Minto Semeru. Aku datang kesini untuk menantang dia. Aku ingin adu kesaktian dengan dia,” kata Begawan Minto dengan sombongnya.
Murid Sunan Giri kemudian pergi menemui gurunya, “Maaf, guru. Ada seorang begawan ingin adu ilmu dengan guru,” kata si murid.
“Suruh dia masuk,” jawab Sunan Giri. Setelah Begawan Minto dipersilahkan masuk, dia kemudian berkata kepada Sunan Giri.
“Aku ingin adu ilmu kesaktian denganmu. Kalau aku kalah, aku akan menjadi muridmu. Tapi bila kamu yang kalah, maka aku akan memenggal lehermu,” kata Begawan Minto.
“Tuan, semua ilmu dan kekuatan itu hanyalah kepunyaan Allah Swt. Kita tidak mempunyai kekuatan apa-apa,” jawab Sunan Giri dengan ramah. Setelah bercakap-cakap sebentar, Sunan Giri dan Begawan Minto pergi ke halaman.
“Sebelum kita adu kesaktian, mari kita main tebak-tebakan. Aku akan pergi ke bukit sana. Di sana aku akan mengubur dua binatang. Tuan tebak, binatang apa yang aku kubur di sana,” kata Begawan Minto. Sang begawan itu pun pergi. Di sana dia mengubur dua ekor angsa. Dalam waktu yang singkat dia sudah kembali ke hadapan Sunan Giri.
“Sekarang tebak, binatang apa yang aku kubur?” tanya Begawan Minto.
“Yang kau kubur adalah dua ekor naga,” jawab Sunan Giri. Mendengar jawaban Sunan Giri, Begawan Minto tertawa-tawa sambil meledek.
“Tuan salah. Yang saya kubur adalah dua ekor angsa.”
“Apa tuan tidak salah lihat? Mari kita kita cek bersama-sama” kata Sunan Giri.
Keduanya pun pergi ke sebuah bukit tempat di mana Begawan Minto mengubur dua angsa. Setelah digali, Begawan Minto sangat terkejut karena ternyata yang di dalam tanah itu bukan angsa, tapi dua ekor naga. Sejak itulah Begawan Minto mengaku kalah dan menjadi murid Sunan Giri.
Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa orang itu tidak boleh sombong dengan ilmu yang dia miliki. Meski kita pandai, tapi pasti ada yang lebih pandai dari kita. Makanya janganlah sombong.
Sejak kecil Sunan Giri belajar kepada Sunan Ampel. Setelah menimba banyak ilmu, Sunan Giri ditugaskan untuk menyebarkan agama Islam. Sunan Giri kemudian mendirikan pesantren di sebuah daerah perbukitan yang ada di desa Sidomukti, Selatan Gresik. Dalam bahasa Jawa, bukit itu disebut ‘Giri’. Itulah sebabnya Raden Paku atau Muhammad Ainul Yaqin dijuluki Sunan Giri.
Sunan Giri tidak hanya pandai. Tapi beliau juga memiliki karomah (kekuatan) yang diberikan langsung oleh Allah kepadanya. Konon, setelah mendirikan pesantren, nama Sunan Giri semakin terkenal. Nama Sunan Giri juga didengar oleh Begawan Minto Semeru yang mempunyai Padepokan. Di padepokan itulah Begawan Minto Semeru melatih murid-muridnya dengan ilmu kesaktian.
“Aku tidak mau ada menyaingiku. Aku akan pergi menemui Sunan Giri. Aku akan adu ilmu kesaktian dengan dia,” kata Begawan Minto Semeru yang merasa iri kepada Sunan Giri.
Maka berangkatlah Begawan Minto untuk menemui Sunan Giri. Setelah sampai, Begawan Minto ditemui murid Sunan Giri.
“Ada keperluan apa tuan kemari?” tanya murid Sunan Giri.
“Bilang pada gurumu. Aku Begawan Minto Semeru. Aku datang kesini untuk menantang dia. Aku ingin adu kesaktian dengan dia,” kata Begawan Minto dengan sombongnya.
Murid Sunan Giri kemudian pergi menemui gurunya, “Maaf, guru. Ada seorang begawan ingin adu ilmu dengan guru,” kata si murid.
“Suruh dia masuk,” jawab Sunan Giri. Setelah Begawan Minto dipersilahkan masuk, dia kemudian berkata kepada Sunan Giri.
“Aku ingin adu ilmu kesaktian denganmu. Kalau aku kalah, aku akan menjadi muridmu. Tapi bila kamu yang kalah, maka aku akan memenggal lehermu,” kata Begawan Minto.
“Tuan, semua ilmu dan kekuatan itu hanyalah kepunyaan Allah Swt. Kita tidak mempunyai kekuatan apa-apa,” jawab Sunan Giri dengan ramah. Setelah bercakap-cakap sebentar, Sunan Giri dan Begawan Minto pergi ke halaman.
“Sebelum kita adu kesaktian, mari kita main tebak-tebakan. Aku akan pergi ke bukit sana. Di sana aku akan mengubur dua binatang. Tuan tebak, binatang apa yang aku kubur di sana,” kata Begawan Minto. Sang begawan itu pun pergi. Di sana dia mengubur dua ekor angsa. Dalam waktu yang singkat dia sudah kembali ke hadapan Sunan Giri.
“Sekarang tebak, binatang apa yang aku kubur?” tanya Begawan Minto.
“Yang kau kubur adalah dua ekor naga,” jawab Sunan Giri. Mendengar jawaban Sunan Giri, Begawan Minto tertawa-tawa sambil meledek.
“Tuan salah. Yang saya kubur adalah dua ekor angsa.”
“Apa tuan tidak salah lihat? Mari kita kita cek bersama-sama” kata Sunan Giri.
Keduanya pun pergi ke sebuah bukit tempat di mana Begawan Minto mengubur dua angsa. Setelah digali, Begawan Minto sangat terkejut karena ternyata yang di dalam tanah itu bukan angsa, tapi dua ekor naga. Sejak itulah Begawan Minto mengaku kalah dan menjadi murid Sunan Giri.
Dari kisah ini, kita bisa belajar bahwa orang itu tidak boleh sombong dengan ilmu yang dia miliki. Meski kita pandai, tapi pasti ada yang lebih pandai dari kita. Makanya janganlah sombong.
Ilustrasi |
Komentar
Posting Komentar