Adik-adik saleh/salehah, kakak hari ini akan bercerita mengenai kisah anak durhaka. Kisah ini sudah ada sejak zaman dulu dan masih dikenang hingga saat ini. Berikut ceritanya, selamat membaca ya.
Pada zaman dulu, tinggallah seorang nelayan di pesisir pantai. Mereka hidup bertiga dengan kondisi sangat miskin. Oleh karena itu, sang ayah memutuskan untuk pergi ke seberang merantau mencari rezeki tambahan.
Setelah sang ayah pergi, si Malin dan ibunya kini tiggal berdua. Sekian lama mereka telah menunggu ayahnya pulang. Tapi tak kunjung terlihat kedatangannya. Ibu si Malin pun harus membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Si Malin sebenarnya termasuk anak yang cerdas tapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam lalu memukulnya dengan sapu. Suatu hari, ketika Malin Kundang sedang mengejar ayam, ia tersandung batu. Lengan kanannya pun terluka. Luka itu menjadi bekas dilengannya.
Ketika beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya karena banting tulang seorang diri untuk mencari nafkah demi membesarkan dirinya. Kemudian, Si Malin berpikir untuk mencari rezeki tambahan ke negeri seberang. Malin berharap, ketika ia kembali ke kampung halaman dapat membawa kekayaan. Terlebih setelah mendapat ajakan dari seorang nahkoda kapal yang dulunya miskin menjadi kaya.
Malin kundang kemudian mengutarakan maksud kepada ibunya. Pada mulanya, ibu Malin kurang setuju, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin akhirnya menyetujui dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan yang cukup, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar sang ibu.
“Wahai anakku! Jika engkau sudah berhasil, jangan lupa dengan ibu dan kampung halamanmu ini,” ujar Ibu Malin Kundang dengan berlinang air mata.
Kapal yang ditumpangi Malin semakin lama semakin jauh. Selama di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang ditumpangi Malin Kundang di serang bajak laut. Semua barang milik para pedagang yang berada di kapal dirampas. Bahkan sebagian besar orang yang ada di kapal dibunuh oleh para bajak laut. Akan tetapi nasib mujur dialami oleh Malin Kundang, karena ia sempat bersembunyi. Meskipun selamat, Malin Kundang masih terdampar di tengah lautan. Setelah beberapa hari, kapal yang ditumpanginya pun terdampar di pinggir pantai.
Dengan sisa-sisa tenaga, Malin Kundang berjalan menuju sebuah desa yang terdekat. Sesampainya di desa itu, Malin Kundang pun mendapat pertolongan oleh masyarakat desa. Ia kemudian menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Akhirnya, di desa itu Malin mendapat pekerjaan sebagai petani. Karena tanahnya sangat subur, dengan keuletan dan kegigihannya, Malin Kundang bekerja keras di desa itu. Selain, itu Malin Kundang juga mampu membeli kapal. Kapal itu pun berkembang menjadi banyak. Ia pun menjadi saudagar kaya raya. Setelah itu, Si Malin Kundang meminang seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Ketika berita itu sampai ke ibunya, ibu Malin Kundang sangat bersyukur dan gembira mendengarnya. Sejak saat itulah, setiap hari ibu Malin pergi ke dermaga untuk menanti kepulangan anaknya.
Setelah beberapa tahun, Malin dan istrinya pergi berlayar dengan sebuah kapal besar dan indah. Selain itu, kapal itu juga disertai pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang setiap hari menunggui anaknya pulang, melihat kapal besar dan indah itu dari dermaga. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri gagah dan anggun di atas geladak kapal. Ibunya yakin kalau yang sedang berdiri itu anaknya, Malin Kundang bersama sang istri.
Ketika Malin Kundang turun dari kapal, ia disambut oleh sang ibu. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan anak itu. Semakin yakinlah ibu Malin bahwa itu anaknya.
“Wahai Malin, anakku! Mengapa engkau pergi begitu lama tanpa sebuah kabar?” katanya sambil memeluk Malin Kundang.
Akan tetapi, Malin Kundang segera melepaskan pelukan sang ibu serta mendorongnya hingga jatuh.
“Kurang ajar. Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku,” bentak Malin Kundang kepada sang ibu.
Malin Kundang merasa malu melihat ibunya yang sudah tua dan berpakaian kotor. Malin pun pura-pura tidak mengenalinya.
“Kanda, benarkah wanita itu ibumu?” tanya istri Malin Kundang.
“Tidak dinda, ia hanya seorang pengemis yang berpura-pura mengaku sebagai ibuku," sahut Malin Kundang.
Mendengar perkataan itu, ibu Malin Kundang meresa terhina. Ia tidak mengira anaknya akan menjadi durhaka. Sang ibu pun marah, ia menengadahkan tangannya sambil berdoa, “Tuhan, kalau dia benar-benar anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu."
Tak lama kemudian, angin dan badai bergemuruh kencang datang menghantam kapal Malin Kundang. Kemudian, tubuh Malin Kundang perlahan mulai membeku dan akhirnya membatu.
![]() |
Ilustrasi |
Pada zaman dulu, tinggallah seorang nelayan di pesisir pantai. Mereka hidup bertiga dengan kondisi sangat miskin. Oleh karena itu, sang ayah memutuskan untuk pergi ke seberang merantau mencari rezeki tambahan.
Setelah sang ayah pergi, si Malin dan ibunya kini tiggal berdua. Sekian lama mereka telah menunggu ayahnya pulang. Tapi tak kunjung terlihat kedatangannya. Ibu si Malin pun harus membanting tulang untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Si Malin sebenarnya termasuk anak yang cerdas tapi sedikit nakal. Ia sering mengejar ayam lalu memukulnya dengan sapu. Suatu hari, ketika Malin Kundang sedang mengejar ayam, ia tersandung batu. Lengan kanannya pun terluka. Luka itu menjadi bekas dilengannya.
Ketika beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya karena banting tulang seorang diri untuk mencari nafkah demi membesarkan dirinya. Kemudian, Si Malin berpikir untuk mencari rezeki tambahan ke negeri seberang. Malin berharap, ketika ia kembali ke kampung halaman dapat membawa kekayaan. Terlebih setelah mendapat ajakan dari seorang nahkoda kapal yang dulunya miskin menjadi kaya.
Malin kundang kemudian mengutarakan maksud kepada ibunya. Pada mulanya, ibu Malin kurang setuju, tetapi karena Malin terus mendesak, Ibu Malin akhirnya menyetujui dengan berat hati. Setelah mempersiapkan bekal dan perlengkapan yang cukup, Malin segera menuju ke dermaga dengan diantar sang ibu.
“Wahai anakku! Jika engkau sudah berhasil, jangan lupa dengan ibu dan kampung halamanmu ini,” ujar Ibu Malin Kundang dengan berlinang air mata.
![]() |
Ilustrasi |
Kapal yang ditumpangi Malin semakin lama semakin jauh. Selama di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran. Di tengah perjalanan, tiba-tiba kapal yang ditumpangi Malin Kundang di serang bajak laut. Semua barang milik para pedagang yang berada di kapal dirampas. Bahkan sebagian besar orang yang ada di kapal dibunuh oleh para bajak laut. Akan tetapi nasib mujur dialami oleh Malin Kundang, karena ia sempat bersembunyi. Meskipun selamat, Malin Kundang masih terdampar di tengah lautan. Setelah beberapa hari, kapal yang ditumpanginya pun terdampar di pinggir pantai.
Dengan sisa-sisa tenaga, Malin Kundang berjalan menuju sebuah desa yang terdekat. Sesampainya di desa itu, Malin Kundang pun mendapat pertolongan oleh masyarakat desa. Ia kemudian menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Akhirnya, di desa itu Malin mendapat pekerjaan sebagai petani. Karena tanahnya sangat subur, dengan keuletan dan kegigihannya, Malin Kundang bekerja keras di desa itu. Selain, itu Malin Kundang juga mampu membeli kapal. Kapal itu pun berkembang menjadi banyak. Ia pun menjadi saudagar kaya raya. Setelah itu, Si Malin Kundang meminang seorang gadis untuk menjadi istrinya.
Ketika berita itu sampai ke ibunya, ibu Malin Kundang sangat bersyukur dan gembira mendengarnya. Sejak saat itulah, setiap hari ibu Malin pergi ke dermaga untuk menanti kepulangan anaknya.
Setelah beberapa tahun, Malin dan istrinya pergi berlayar dengan sebuah kapal besar dan indah. Selain itu, kapal itu juga disertai pengawalnya yang banyak. Ibu Malin yang setiap hari menunggui anaknya pulang, melihat kapal besar dan indah itu dari dermaga. Ia melihat ada dua orang yang sedang berdiri gagah dan anggun di atas geladak kapal. Ibunya yakin kalau yang sedang berdiri itu anaknya, Malin Kundang bersama sang istri.
Ketika Malin Kundang turun dari kapal, ia disambut oleh sang ibu. Setelah cukup dekat, ibunya melihat belas luka dilengan kanan anak itu. Semakin yakinlah ibu Malin bahwa itu anaknya.
“Wahai Malin, anakku! Mengapa engkau pergi begitu lama tanpa sebuah kabar?” katanya sambil memeluk Malin Kundang.
Akan tetapi, Malin Kundang segera melepaskan pelukan sang ibu serta mendorongnya hingga jatuh.
“Kurang ajar. Wanita tak tahu diri, sembarangan saja mengaku sebagai ibuku,” bentak Malin Kundang kepada sang ibu.
![]() |
Ilustrasi |
Malin Kundang merasa malu melihat ibunya yang sudah tua dan berpakaian kotor. Malin pun pura-pura tidak mengenalinya.
“Kanda, benarkah wanita itu ibumu?” tanya istri Malin Kundang.
“Tidak dinda, ia hanya seorang pengemis yang berpura-pura mengaku sebagai ibuku," sahut Malin Kundang.
Mendengar perkataan itu, ibu Malin Kundang meresa terhina. Ia tidak mengira anaknya akan menjadi durhaka. Sang ibu pun marah, ia menengadahkan tangannya sambil berdoa, “Tuhan, kalau dia benar-benar anakku, aku sumpahi dia menjadi sebuah batu."
Tak lama kemudian, angin dan badai bergemuruh kencang datang menghantam kapal Malin Kundang. Kemudian, tubuh Malin Kundang perlahan mulai membeku dan akhirnya membatu.
Komentar
Posting Komentar