Langsung ke konten utama

Kisah Nabi Yunus As dan Penduduk Ninawa

Nabi Yunus merupakan seorang nabi yang diutus oleh Allah Swt. untuk berdakwah pada sebuah kaum yang bernama kaum Ninawa. Nabi Yunus sendiri bukan penduduk Ninawa. Tetapi beliau adalah seorang pendatang di sana.

Penduduk Ninawa adalah penduduk yang tidak menyembah Allah. Mereka menyembah patung-patung dan menganggap bahwa patung-patung itu adalah tuhan mereka. Kepada penduduk Ninawa ini, Nabi Yunus mengingatkan agar mereka berhenti menyembah patung dan kemudian menyembah Allah Swt.

“Wahai kaum Ninawa! Ketahuilah bahwa patung yang kalian sembah itu bukanlah tuhan. Sembahlah Allah yang telah menciptakan kita semua,” kata Nabi Yunus.

Tetapi, karena mereka tidak mengenal Nabi Yunus dan menganggapnya sebagai orang asing, tidak ada diantara mereka yang mau mendengarkan perkataan Nabi Yunus.

“Hai, siapa engkau? Kenapa engkau berani-berani melarang kami?” tanya mereka.

“Aku adalah Yunus. Yunus bin Matta. Aku berasal dari daerah yang jauh. Aku diutus oleh Allah untuk mengingatkan kalian,” jawab Nabi Yunus.

Mendengar jawaban Nabi Yunus, penduduk Ninawa tertawa sambil mengejek.

“Lihatlah oleh kalian penduduk Ninawa. Ada orang asing disini. Dia mengatakan bahwa dia diutus tuhan untuk kita. Apa kalian percaya?”

“Tidak! Kami tidak percaya,” jawab mereka.

Meski ditentang, Nabi Yunus berusaha terus mengingatkan mereka.

“Wahai penduduk Ninawa! Aku berkata benar. Aku diutus oleh Allah untuk mengingatkan kalian yang telah menyekutukan-Nya dengan patung-patung itu.”

“Hai Yunus! Apa yang kau harapkan dari kami dengan ucapanmu itu?”

“Aku tidak mengharapkan apa-apa selain meminta kalian agar ikut denganku. Mari kita menyembah Allah dan tinggalkan patung-patung itu. Janganlah kalian seperti orang-orang terdahulu yang diazab Allah karena menentang ajaran yang dibawa oleh utusan-Nya.”

Penduduk Ninawa tetap tidak percaya kepada Nabi Yunus. Mereka bahkan menentang agar siksaan Allah segera diturunkan.

“Kamu pembohong wahai Yunus! Buktikan kalau kamu memang utusan tuhan. Turunkan azab yang kamu bicarakan itu,” tantang mereka.

Mendengar ucapan mereka, Nabi Yunus menjadi marah dan kesal. Kemudian Nabi Yunus pergi meninggalkan kaum Ninawa sambil berdoa agar Allah segera menurunkan siksa-Nya. Nabi Yunus pergi meninggalkan kaum Ninawa, padahal Allah Swt. belum memerintahkan dia untuk pergi.

Setelah Nabi Yunus pergi, langit di daerah Ninawa berubah menjadi gelap. Awan hitam bergulung-gulung disertai suara petir dan tiupan angin yang menakutkan. Penduduk Ninawa jadi takut.

“Jangan-jangan perkataan Yunus itu akan jadi kenyataan,” kata mereka. Lalu penduduk Ninawa pergi ke atas bukit. Di sana mereka memohon ampun kepada Allah dengan penuh kesungguhan sehingga Allah tidak jadi menurunkan siksanya.

“Ternyata Yunus itu benar-benar utusan Tuhan. Sekarang, mari kita cari dia. Kita minta maaf dan mengikuti ajarannya,” kata mereka.

Maka, dicarilah Nabi Yunus yang saat itu sudah pergi menaiki perahu. Di tengah laut, perahu yang ditumpangi Nabi Yunus diserang badai dan hampir saja perahu itu tenggelam.

“Kita harus mengorbankan salah seorang penumpang kita biar badai jadi reda,” kata nahkoda kapal itu.

“Tapi siapa?” tanya anak buah kapal.

“Kita undi saja.”

Setelah itu undian pun dilakukan. Siapa yang namanya keluar dalam undian itu, maka dialah yang harus dikorbankan. Undian pertama yang keluar adalah nama Nabi Yunus. Kemudian diulang hingga tiga kali, tapi lagi-lagi yang keluar tetap nama Nabi Yunus. Nabi Yunus pun akhirnya sadar bahwa dia telah berdosa karena pergi meninggalkan penduduk Ninawa dengan rasa marah. Dia pergi tanpa diperintahkan oleh Allah. Setelah itu, Nabi Yunus pun melemparkan dirinya ke dalam laut. Pada saat itulah Allah menyelematkan Nabi Yunus dengan mengirimkan ikan yang sangat besar. Ikan itulah yang kemudian menelan Nabi Yunus sehingga beliau aman di dalam perut ikan.

Ilustrasi
Di dalam perut ikan itulah, Nabi Yunus memohon ampun kepada Allah atas kesalahan yang telah dia lakukan. Allah menerima taubat Nabi Yunus dan mengeluarkannya dari dalam perut ikan. 

Kemudian Nabi Yunus kembali lagi ke penduduk Ninawa. Di sana, semua penduduk Ninawa sudah menanti kedatangan Nabi Yunus dan mereka kemudian taat kepadanya.

Dari kisah ini, kalian bisa mengambil pelajaran:

Pertama, jangan gampang marah dan mengeluh kalau mengerjakan kebaikan sebab akibatnya tidak akan menyenangkan. Seperti Nabi Yunus yang pergi meninggalkan kaum Ninawa dengan perasaan marah. Allah kemudian menghukumnya dengan memasukkannya ke dalam perut ikan.

Kedua, bila kita telah berbuat salah, mohon ampunlah dengan sungguh-sungguh. Seperti yang dilakukan oleh penduduk Ninawa dan Nabi Yunus. Karena mereka bersungguh-sungguh memohon ampun, Allah pun mengampuni dosa mereka dan memberi mereka kenikmatan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa sih Hadas dan Najis Itu?

Ilustrasi Tahukah kalian apa itu hadas? Hadas adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya ibadah, terutama salat, baik itu wajib maupun sunah. Maka dari itu, jika kamu hendak salat, maka jangan lupa untuk bersuci dulu. Sebab, jika kamu berhadas, maka salat mu tidak sah. Ingat-ingat ya, sebelum salat sucikanlah dirimu dari hadas. Hadas itu terdiri dari dua jenis, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Apa sih hadas kecil dan hadas besar itu? Yuk, baca pengertiannya di bawah ini. Hadas Kecil Hadas kecil adalah keadaan tidak suci yang disebabkan karena mengeluarkan sesuatu dari dubur dan kubul, seperti; Buang angin Buang air besar Buang air kecil Mengeluarkan madzi Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan, Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Ketika kamu berhadas kecil, ada beberapa hal yang tidak boleh kamu lakukan, yaitu: Menunaikan salat Tawaf di Kakbah Menyentuh Alquran Bagaimana cara kamu me...

Al-Farabi: Ilmuwan dan Filsuf Islam Terkemuka

Kalian pernah mendengar nama Al-Farabi belum? Sekarang kakak akan bercerita tentang beliau. Tolong di simak ya: Al-Farabi merupakan seorang ilmuwan muslim terkemuka. Ia memiliki seorang ayah berdarah Persia dan ibu berdarah Turki. Nama aslinya yaitu Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi. Selain itu, nama lain yang dikenal oleh orang Barat ialah Alpharabius atau Farabi. Al-Farabi dulu suka mempelajari Al-Quran, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama, dan aritmatika dasar. Di bukhara, ia juga belajar tentang musik. Kemudian mengembara ke Baghdad selama 10 tahun untuk menuntut ilmu. Setelah dari Baghdad, ia mengembara lagi ke Kota Harran - Syiria sebelah utara. Pada waktu itu, di sana menjadi pusat kebudayaan Yunani. Al-Farabi di sana belajar tentang filsafat. Setelah itu, ia pergi ke Damaskus. Pada usia 80 tahun ia wafat. Buah Pemikiran Al-Farabi Al-Farabi dikenal sebagai salah satu pemikir terkemuka abad pertengahan. Ketika masih hidup, Al-Farabi menghabiskan waktunya untuk me...

Kisah Sunan Gunung Jati

Nama Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Ayahnya bernama Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda. Sejak kecil, Syarif Hidayatullah sudah belajar ilmu agama. Dia anak yang tekun, ramah dan peduli kepada orang lain. Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Cirebon, Pasundan dan Priangan. Sunan Gunung Jati meninggal pada tahun 1568 Masehi dan dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati. Ilustrasi Konon pada suatu malam, Sunan Gunung Jati ingin melaksanakan salat tahajjud di rumahnya. Namun, dia merasa kalau hatinya tidak bisa khusyuk. Padahal sebelumnya dia bisa melakukan salat tahajjud dengan sangat khusyuk. “Ada apa ini. Kenapa malam ini aku tidak bisa khusyuk?” tanya Sunan Gunung Jati dalam hati. Dicobanya lagi mengucap takbir, tapi lagi-lagi hatinya tidak bisa khusyuk. “Mungkin aku salat di masjid saja. Sebaiknya aku pergi ke masjid. Siapa tahu bisa khusyuk.” Kemudian, Sunan Gunung Jati pergi ke masjid. Sesampainya di masjid, hatinya masih juga belum khusyuk...

Kisah Kejujuran Seorang Pemuda Penggembala Kambing

Pada zaman dahulu, ketika Sayyidina Umar bin Khattab sedang mengadakan perjalanan dari Madinah ke Mekkah. Di tengah perjalanan ia melihat seorang pemuda yang sedang menggembala kambing dalam jumlah yang sangat banyak.   Khalifah Umar lalu mendekati pemuda itu dan mengutarakan niatnya untuk membeli seekor kambing.   “Wahai anak muda! Bolehkah aku membeli seekor kambing yang sedang engkau gembala?” tanya Sayyidina Umar.   “Saya ini hanya seorang budak, Tuan. Saya tidak memiliki kewenangan untuk menjual kambing ini. Semua kambing ini milik majikan saya,” jawab si penggembala dengan jujur.   “Meskipun kambing ini milik majikanmu, kalau saya beli satu pasti majikanmu tidak akan tahu. Nanti kamu ceritakan kepadanya bahwa kambing yang kamu gembala dimakan macan satu ekor,” ujar Sayyidina Umar menguji kejujuran pemuda itu.   Mendengar ajakan itu, pemuda itu memandang Sayyidina Umar sejenak. Si pemuda itu pun berkata, “Apa yang tuan katakan memang benar. Jika kambin...