Nabi Ibrahim lahir di sebuah daerah bernama Faddam A’ram, Babylonia, Irak. Ayahnya bernama Azar. Dia masih termasuk keturunan Nabi Nuh. Ayah Nabi Ibrahim adalah tukang pembuat patung kerajaan. Waktu itu raja yang berkuasa bernama Namrud bin Kan’an.
Namrud adalah raja yang zalim. Dulu, raja Namrud suka membunuh setiap bayi laki-laki dan mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Dia berbuat begitu karena mendengar ramalan bahwa kelak akan ada di antara rakyatnya yang akan melawan kekuasaannya.
Ketika Nabi Ibrahim lahir, ibunya khawatir bayinya akan dibunuh oleh tentara Namrud. Oleh sebab itu, Nabi Ibrahim dibawa ibunya ke sebuah gua di tengah hutan. Di dalam gua itulah, Nabi Ibrahim dibesarkan dengan perlindungan Allah Swt. Menjelang dewasa, Nabi Ibrahim sering merenung di depan gua tempatnya bersembunyi. Saat malam dia melihat bintang, bulan, dan matahari. Nabi Ibrahim berpikir bahwa itu adalah tuhannya.
“Bukan. Itu pasti bukan tuhanku. Tuhan tak mungkin lenyap. Tuhanku pasti adalah yang menciptakan bintang, bulan dan matahari itu.”
Ketika sudah besar, Nabi Ibrahim akhirnya kembali ke kampung halamannya. Dia terkejut karena melihat orang-orang banyak menyembah berhala.
“Kenapa mereka menyembah patung, yang tidak bisa mendengar dan berbicara,” kata Nabi Ibrahim dalam hati. Nabi Ibrahim terus berpikir bagaimana caranya agar orang-orang di sekitarnya berhenti menyembah patung dan berganti menyembah Allah, Dzat yang telah menciptakan manusia dan seluruh alam semesta.
Kemudian Ibrahim diangkat oleh Allah menjadi nabi. Beliau diperintahkan untuk mengingatkan kaumnya yang menyembah berhala itu. Dia juga mengingatkan ayahnya agar berhenti menyembah patung.
“Mengapa ayah menyembah patung yang tidak bisa mendengar dan berbicara. Sembahlah Allah, ayah. Dialah yang Maha Mendengar,” kata Nabi Ibrahim. Namun, ayahnya tidak mau mendengarkan nasehat putranya. Nabi Ibrahim tidak putus asa. Dia terus menasehati ayahnya sampai kemudian ayahnya marah.
“Jika kamu tidak suka, pergilah kamu dari sini wahai, Ibrahim,” kata ayahnya mengusir Nabi Ibrahim. Sebelum pergi Nabi Ibrahim tetap mendoakan ayahnya agar memperoleh petunjuk Allah Swt.
Setelah gagal menasehati ayahnya, Nabi Ibrahim pergi menemui kaumnya.
“Wahai, kaumku! Kenapa kalian semua menyembah batu. Padahal, mereka tidak bisa mendengar dan berbicara. Sembahlah Allah. Dialah yang telah menciptakan kita semua,” kata Nabi Ibrahim.
“Hei, Ibrahim! Yang kami sembah bukan batu. Dia adalah tuhan kami. Kami menyembahnya seperti nenek moyang kami dan juga nenek moyangmu,” jawab mereka.
“Sungguh kalian semua telah tersesat. Batu-batu yang kalian sembah itu tidak bisa berbuat apa-apa. Apa kalian tidak berpikir?” jawab Nabi Ibrahim.
“Ibrahim! Jaga bicaramu. Seandainya ayahmu bukan kepercayaan raja, kami pasti akan menghukummu.”
Meski sering ditolak oleh kaumnya, Nabi Ibrahim tidak putus asa. Setiap ada kesempatan, dia selalu menemui kaumnya dan mengajak mereka menyembah Allah. Tetapi, hanya sedikit saja yang mau mendengar dan ikut ajakan Nabi Ibrahim.
Suatu ketika, penduduk Babylon mengadakan upacara. Mereka pergi ke sebuah padang yang luas. Di sana mereka membangun kemah dan berpesta. Ketika warga sedang sepi, Nabi Ibrahim pergi ke tempat pemujaan berhala-berhala mereka. Di sana, Nabi Ibrahim menghancurkan semua patung-patung dan menyisakan satu patung yang paling besar. Kapak yang digunakan Nabi Ibrahim dikalungkan di leher patung yang besar itu. Ketika warga Babylon kembali, mereka terkejut melihat patung-patung yang mereka sembah hancur berantakan.
“Perbuatan siapa ini?” tanya mereka.
“Siapa lagi. Pasti perbuatan Ibrahim si anak Azar itu. Sebaiknya seret dia dan bawa ke hadapan raja.”
Nabi Ibrahim akhirnya dibawa menghadap raja.
“Benarkah kamu yang menghancurkan sesembahan kami, Ibrahim?” tanya raja Namrud dengan geram.
“Tanya saja pada patung yang paling besar itu. Bukankah dia mengalungkan kapak di lehernya?” jawab Nabi Ibrahim.
“Kamu kira kami gila, Ibrahim. Mana mungkin patung itu bisa berbicara pada kami?”
“Kalau tahu begitu, kenapa kalian masih menyembahnya. Sembahlah Allah. Dialah yang menghidupkan dan mematikan kita semua.”
“Aku juga bisa membuat orang hidup dan mati, wahai Ibrahim,” Namrud makin marah.
“Allah menerbitkan matahari dari timur. Sekarang coba kau buat matahari terbit dari barat,” tantang Nabi Ibrahim. Mendengar ucapan Nabi Ibrahim, raja Namrud jadi murka. Dia kemudian memerintahkan pengawalnya untuk menangkap dan menghukum Nabi Ibrahim.
“Tangkap dan bakar dia hidup-hidup,” kata raja Namrud. Nabi Ibrahimpun akhirnya ditangkap. Pada hari yang telah ditentukan, rakyat Babylon disuruh mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Nabi Ibrahim diikat pada sebilah kayu. Setelah semuanya siap, api kemudian dinyalakan dan Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api yang berkobar-kobar itu. Raja Namrud merasa senang dan mengira Nabi Ibrahim pasti hangus terbakar.
Tetapi Allah melindungi hamba-Nya yang saleh. “Wahai api! Jadilah dingin dan selamatkan Ibrahim,” firman Allah. Api itupun menjadi dingin sehingga Nabi Ibrahim tak terbakar sedikitpun. Setelah api padam, raja Namrud dan rakyat Babylon kaget melihat Nabi Ibrahim selamat. Sebagian mereka akhirnya percaya dan ikut Nabi Ibrahim, namun sebagian lainnya tetap ingkar seperti raja Namrud.
Setelah kejadian itu, Allah pun menimpakan siksa-Nya. Dia mengirimkan nyamuk yang sangat banyak. Orang yang terkena gigitan nyamuk itu langsung mati seketika. Raja Namrud yang bersembunyi pun tidak luput dari serangan nyamuk. Seekor nyamuk yang sangat kecil masuk lewat hidung raja Namrud dan kemudian menggerogoti otaknya hingga mati. Sedangkan Nabi Ibrahim dan kaumnya yang beriman selamat dari siksa itu.
Nah Adik-Adik, dari kisah di atas, kita bisa memetik pelajaran penting:
Namrud adalah raja yang zalim. Dulu, raja Namrud suka membunuh setiap bayi laki-laki dan mengubur bayi perempuan hidup-hidup. Dia berbuat begitu karena mendengar ramalan bahwa kelak akan ada di antara rakyatnya yang akan melawan kekuasaannya.
Ketika Nabi Ibrahim lahir, ibunya khawatir bayinya akan dibunuh oleh tentara Namrud. Oleh sebab itu, Nabi Ibrahim dibawa ibunya ke sebuah gua di tengah hutan. Di dalam gua itulah, Nabi Ibrahim dibesarkan dengan perlindungan Allah Swt. Menjelang dewasa, Nabi Ibrahim sering merenung di depan gua tempatnya bersembunyi. Saat malam dia melihat bintang, bulan, dan matahari. Nabi Ibrahim berpikir bahwa itu adalah tuhannya.
“Bukan. Itu pasti bukan tuhanku. Tuhan tak mungkin lenyap. Tuhanku pasti adalah yang menciptakan bintang, bulan dan matahari itu.”
Ketika sudah besar, Nabi Ibrahim akhirnya kembali ke kampung halamannya. Dia terkejut karena melihat orang-orang banyak menyembah berhala.
“Kenapa mereka menyembah patung, yang tidak bisa mendengar dan berbicara,” kata Nabi Ibrahim dalam hati. Nabi Ibrahim terus berpikir bagaimana caranya agar orang-orang di sekitarnya berhenti menyembah patung dan berganti menyembah Allah, Dzat yang telah menciptakan manusia dan seluruh alam semesta.
Kemudian Ibrahim diangkat oleh Allah menjadi nabi. Beliau diperintahkan untuk mengingatkan kaumnya yang menyembah berhala itu. Dia juga mengingatkan ayahnya agar berhenti menyembah patung.
“Mengapa ayah menyembah patung yang tidak bisa mendengar dan berbicara. Sembahlah Allah, ayah. Dialah yang Maha Mendengar,” kata Nabi Ibrahim. Namun, ayahnya tidak mau mendengarkan nasehat putranya. Nabi Ibrahim tidak putus asa. Dia terus menasehati ayahnya sampai kemudian ayahnya marah.
“Jika kamu tidak suka, pergilah kamu dari sini wahai, Ibrahim,” kata ayahnya mengusir Nabi Ibrahim. Sebelum pergi Nabi Ibrahim tetap mendoakan ayahnya agar memperoleh petunjuk Allah Swt.
Setelah gagal menasehati ayahnya, Nabi Ibrahim pergi menemui kaumnya.
“Wahai, kaumku! Kenapa kalian semua menyembah batu. Padahal, mereka tidak bisa mendengar dan berbicara. Sembahlah Allah. Dialah yang telah menciptakan kita semua,” kata Nabi Ibrahim.
“Hei, Ibrahim! Yang kami sembah bukan batu. Dia adalah tuhan kami. Kami menyembahnya seperti nenek moyang kami dan juga nenek moyangmu,” jawab mereka.
“Sungguh kalian semua telah tersesat. Batu-batu yang kalian sembah itu tidak bisa berbuat apa-apa. Apa kalian tidak berpikir?” jawab Nabi Ibrahim.
“Ibrahim! Jaga bicaramu. Seandainya ayahmu bukan kepercayaan raja, kami pasti akan menghukummu.”
Meski sering ditolak oleh kaumnya, Nabi Ibrahim tidak putus asa. Setiap ada kesempatan, dia selalu menemui kaumnya dan mengajak mereka menyembah Allah. Tetapi, hanya sedikit saja yang mau mendengar dan ikut ajakan Nabi Ibrahim.
Suatu ketika, penduduk Babylon mengadakan upacara. Mereka pergi ke sebuah padang yang luas. Di sana mereka membangun kemah dan berpesta. Ketika warga sedang sepi, Nabi Ibrahim pergi ke tempat pemujaan berhala-berhala mereka. Di sana, Nabi Ibrahim menghancurkan semua patung-patung dan menyisakan satu patung yang paling besar. Kapak yang digunakan Nabi Ibrahim dikalungkan di leher patung yang besar itu. Ketika warga Babylon kembali, mereka terkejut melihat patung-patung yang mereka sembah hancur berantakan.
“Perbuatan siapa ini?” tanya mereka.
“Siapa lagi. Pasti perbuatan Ibrahim si anak Azar itu. Sebaiknya seret dia dan bawa ke hadapan raja.”
Nabi Ibrahim akhirnya dibawa menghadap raja.
“Benarkah kamu yang menghancurkan sesembahan kami, Ibrahim?” tanya raja Namrud dengan geram.
“Tanya saja pada patung yang paling besar itu. Bukankah dia mengalungkan kapak di lehernya?” jawab Nabi Ibrahim.
“Kamu kira kami gila, Ibrahim. Mana mungkin patung itu bisa berbicara pada kami?”
“Kalau tahu begitu, kenapa kalian masih menyembahnya. Sembahlah Allah. Dialah yang menghidupkan dan mematikan kita semua.”
“Aku juga bisa membuat orang hidup dan mati, wahai Ibrahim,” Namrud makin marah.
“Allah menerbitkan matahari dari timur. Sekarang coba kau buat matahari terbit dari barat,” tantang Nabi Ibrahim. Mendengar ucapan Nabi Ibrahim, raja Namrud jadi murka. Dia kemudian memerintahkan pengawalnya untuk menangkap dan menghukum Nabi Ibrahim.
![]() |
Ilustrasi |
“Tangkap dan bakar dia hidup-hidup,” kata raja Namrud. Nabi Ibrahimpun akhirnya ditangkap. Pada hari yang telah ditentukan, rakyat Babylon disuruh mengumpulkan kayu sebanyak-banyaknya. Nabi Ibrahim diikat pada sebilah kayu. Setelah semuanya siap, api kemudian dinyalakan dan Nabi Ibrahim dilemparkan ke dalam api yang berkobar-kobar itu. Raja Namrud merasa senang dan mengira Nabi Ibrahim pasti hangus terbakar.
Tetapi Allah melindungi hamba-Nya yang saleh. “Wahai api! Jadilah dingin dan selamatkan Ibrahim,” firman Allah. Api itupun menjadi dingin sehingga Nabi Ibrahim tak terbakar sedikitpun. Setelah api padam, raja Namrud dan rakyat Babylon kaget melihat Nabi Ibrahim selamat. Sebagian mereka akhirnya percaya dan ikut Nabi Ibrahim, namun sebagian lainnya tetap ingkar seperti raja Namrud.
Setelah kejadian itu, Allah pun menimpakan siksa-Nya. Dia mengirimkan nyamuk yang sangat banyak. Orang yang terkena gigitan nyamuk itu langsung mati seketika. Raja Namrud yang bersembunyi pun tidak luput dari serangan nyamuk. Seekor nyamuk yang sangat kecil masuk lewat hidung raja Namrud dan kemudian menggerogoti otaknya hingga mati. Sedangkan Nabi Ibrahim dan kaumnya yang beriman selamat dari siksa itu.
Nah Adik-Adik, dari kisah di atas, kita bisa memetik pelajaran penting:
- Sebagaimana Nabi Ibrahim, gunakanlah pikiran kita untuk selalu memikirkan ciptaan dan tanda-tanda keagungan Allah Swt.
- Tegurlah orang yang salah sekalipun itu adalah orangtua atau keluarga dekat kita sendiri.
- Hormatilah orangtua kita. Meskipun Nabi Ibrahim diusir oleh ayahnya, beliau tetap hormat dan mendoakan ayahnya.
- Jangan takut dan jangan putus asa memperjuangkan yang benar. Sebab Allah Swt. akan selalu membela orang-orang yang benar.
Komentar
Posting Komentar