Langsung ke konten utama

Kisah Nabi Dzulkifli As

Dulu, di sebuah daerah bernama Rum, ada seorang raja yang sudah sangat tua. Raja itu merasa tidak sanggup lagi memimpin. Dia juga merasa kalau tidak lama lagi dia akan meninggal dunia. Kemudian sang raja ingin mencari siapa di antara rakyatnya yang bisa menjadi pengganti dirinya kelak.
 

Suatu hari, semua rakyat Rum dikumpulkan oleh sang Raja.
 

“Wahai rakyatku! Hari ini aku akan mengumumkan sesuatu yang sangat penting. Kalian semua tahu bahwa aku tak memiliki keturunan. Karena itu, aku akan membuat sayembara. Siapa yang berhasil melakukan sayembara ini, maka aku akan mengangkatnya menjadi penggantiku,” kata raja.
 

Rakyat Rum pun merasa tertarik. Mereka semua ingin mengikuti sayembara yang akan dilakukan oleh raja.
 

“Apa sayembaranya wahai raja?” tanya mereka.
 

“Siapa di antara kalian yang mampu berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari dan mampu menahan amarah, maka dia akan saya angkat sebagai penggantiku,” kata sang raja.
 

Mendengar perkataan raja, rakyat Rum terdiam. Mereka merasa sayembara yang diadakan oleh raja sangat berat. Setelah terdiam beberapa saat, tiba-tiba ada seorang pemuda yang mengacungkan tangan.
 

“Saya siap mengikuti sayembara itu wahai raja,” kata pemuda itu. Orang-orang melihat kepada pemuda itu. Tapi raja tidak mengacuhkan pemuda ini.
 

“Siapa yang mampu berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari dan mampu menahan amarah, maka dia akan saya angkat sebagai penggantiku,” kata raja lagi.
 

Lagi-lagi pemuda itu tadi yang mengangkat tangan. Sedangkan yang lain hanya diam saja.
 

“Saya siap wahai raja,” kata pemuda itu lagi.
 

“Hai anak muda. Siapa namamu?” tanya raja kemudian.
 

“Namaku Basyar Dzulkifli.”
 

“Benarkah kamu bisa mengikuti sayembara itu?”
 

“Insya Allah saya bisa.”
 

Mendengar kesungguhan Dzulkifli, akhirnya raja itu menerima dan kemudian mengangkat Dzulkifli menjadi raja yang menggantikan dirinya. Sejak saat itulah Nabi Dzulkifli resmi menjadi raja. Seperti yang sudah diucapkan, Nabi Dzulkifli benar-benar melakukan syarat yang diberikan oleh raja. Beliau berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari dan berusaha menahan amarah.
 

Rakyat senang dengan raja baru mereka. Mereka semua tunduk dan taat kepada Nabi Dzulkifli, raja mereka. Tapi ternyata ada yang tidak senang kepada Dzulkifli, yaitu setan. Dengan menyamar sebagai manusia, setan mendatangi Dzulkifli untuk menggoda. Pada suatu siang, setan mendatangi Dzulkifli.
 

“Siapa kamu? Ada keperluan apa kamu datang siang-siang begini?” tanya Dzulkifli.
 

“Aku dianiaya orang wahai raja. Maka tolonglah aku,” jawab setan yang menyamar itu.
 

“Aku akan mengutus orang kepercayaanku untuk mengurus masalahmu. Maaf, siang hari adalah waktuku istirahat agar aku bisa bangun malam untuk ibadah. Lagi pula hari ini aku puasa,” kata Dzulkifli.
 

“Tidak bisa raja. Masalahku hanya bisa diselesaikan oleh engkau sebagai raja,” jawab setan.
 

Nabi Dzulkifli akhirnya mengalah. Dia mengurus masalah setan yang menyamar itu tanpa meninggalkan puasanya. Dia juga tidak marah meski dipaksa oleh setan. Dan di malam hari, Dzulkifli tetap bisa bangun untuk beribadah meski siang harinya dia tidak istirahat. Setan pun akhirnya kecewa karena tidak bisa menggoda Nabi Dzulkifli.
 

Itulah adik-adik, sekelumit tentang kisah Nabi Dzulkifli. Ada beberapa pelajaran yang bisa kamu ambil dari kisah ini:
 

Pertama, jangan suka berbohong untuk memperoleh sesuatu. Seperti Nabi Dzulkifli, dia jujur dengan apa yang diucapkan. Sekalipun dia sudah menjadi raja, dia tetap melakukan janjinya, yaitu berpuasa di siang hari, beribadah di malam hari dan menahan amarah.
 

Kedua, bersikaplah tegas kalau kamu mampu melakukan suatu kebaikan. Seperti Dzulkifli itu juga. Dia tanpa ragu-ragu mengacungkan tangan bahwa dia mampu melakukan syarat yang diberikan oleh raja. Dia tegas sehingga raja percaya kepadanya.

Ilustrasi
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Apa sih Hadas dan Najis Itu?

Ilustrasi Tahukah kalian apa itu hadas? Hadas adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan untuk sahnya ibadah, terutama salat, baik itu wajib maupun sunah. Maka dari itu, jika kamu hendak salat, maka jangan lupa untuk bersuci dulu. Sebab, jika kamu berhadas, maka salat mu tidak sah. Ingat-ingat ya, sebelum salat sucikanlah dirimu dari hadas. Hadas itu terdiri dari dua jenis, yaitu hadas kecil dan hadas besar. Apa sih hadas kecil dan hadas besar itu? Yuk, baca pengertiannya di bawah ini. Hadas Kecil Hadas kecil adalah keadaan tidak suci yang disebabkan karena mengeluarkan sesuatu dari dubur dan kubul, seperti; Buang angin Buang air besar Buang air kecil Mengeluarkan madzi Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan, Tersentuh kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram. Ketika kamu berhadas kecil, ada beberapa hal yang tidak boleh kamu lakukan, yaitu: Menunaikan salat Tawaf di Kakbah Menyentuh Alquran Bagaimana cara kamu me...

Al-Farabi: Ilmuwan dan Filsuf Islam Terkemuka

Kalian pernah mendengar nama Al-Farabi belum? Sekarang kakak akan bercerita tentang beliau. Tolong di simak ya: Al-Farabi merupakan seorang ilmuwan muslim terkemuka. Ia memiliki seorang ayah berdarah Persia dan ibu berdarah Turki. Nama aslinya yaitu Abu Nasir Muhammad bin al-Farakh al-Farabi. Selain itu, nama lain yang dikenal oleh orang Barat ialah Alpharabius atau Farabi. Al-Farabi dulu suka mempelajari Al-Quran, tata bahasa, kesusasteraan, ilmu-ilmu agama, dan aritmatika dasar. Di bukhara, ia juga belajar tentang musik. Kemudian mengembara ke Baghdad selama 10 tahun untuk menuntut ilmu. Setelah dari Baghdad, ia mengembara lagi ke Kota Harran - Syiria sebelah utara. Pada waktu itu, di sana menjadi pusat kebudayaan Yunani. Al-Farabi di sana belajar tentang filsafat. Setelah itu, ia pergi ke Damaskus. Pada usia 80 tahun ia wafat. Buah Pemikiran Al-Farabi Al-Farabi dikenal sebagai salah satu pemikir terkemuka abad pertengahan. Ketika masih hidup, Al-Farabi menghabiskan waktunya untuk me...

Kisah Sunan Gunung Jati

Nama Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Ayahnya bernama Sultan Syarif Abdullah Maulana Huda. Sejak kecil, Syarif Hidayatullah sudah belajar ilmu agama. Dia anak yang tekun, ramah dan peduli kepada orang lain. Sunan Gunung Jati menyebarkan agama Islam di Cirebon, Pasundan dan Priangan. Sunan Gunung Jati meninggal pada tahun 1568 Masehi dan dimakamkan di daerah Gunung Sembung, Gunung Jati. Ilustrasi Konon pada suatu malam, Sunan Gunung Jati ingin melaksanakan salat tahajjud di rumahnya. Namun, dia merasa kalau hatinya tidak bisa khusyuk. Padahal sebelumnya dia bisa melakukan salat tahajjud dengan sangat khusyuk. “Ada apa ini. Kenapa malam ini aku tidak bisa khusyuk?” tanya Sunan Gunung Jati dalam hati. Dicobanya lagi mengucap takbir, tapi lagi-lagi hatinya tidak bisa khusyuk. “Mungkin aku salat di masjid saja. Sebaiknya aku pergi ke masjid. Siapa tahu bisa khusyuk.” Kemudian, Sunan Gunung Jati pergi ke masjid. Sesampainya di masjid, hatinya masih juga belum khusyuk...

Kisah Nabi Yunus As dan Penduduk Ninawa

Nabi Yunus merupakan seorang nabi yang diutus oleh Allah Swt. untuk berdakwah pada sebuah kaum yang bernama kaum Ninawa. Nabi Yunus sendiri bukan penduduk Ninawa. Tetapi beliau adalah seorang pendatang di sana. Penduduk Ninawa adalah penduduk yang tidak menyembah Allah. Mereka menyembah patung-patung dan menganggap bahwa patung-patung itu adalah tuhan mereka. Kepada penduduk Ninawa ini, Nabi Yunus mengingatkan agar mereka berhenti menyembah patung dan kemudian menyembah Allah Swt. “Wahai kaum Ninawa! Ketahuilah bahwa patung yang kalian sembah itu bukanlah tuhan. Sembahlah Allah yang telah menciptakan kita semua,” kata Nabi Yunus. Tetapi, karena mereka tidak mengenal Nabi Yunus dan menganggapnya sebagai orang asing, tidak ada diantara mereka yang mau mendengarkan perkataan Nabi Yunus. “Hai, siapa engkau? Kenapa engkau berani-berani melarang kami?” tanya mereka. “Aku adalah Yunus. Yunus bin Matta. Aku berasal dari daerah yang jauh. Aku diutus oleh Allah untuk mengingatkan kalia...

Kisah Kejujuran Seorang Pemuda Penggembala Kambing

Pada zaman dahulu, ketika Sayyidina Umar bin Khattab sedang mengadakan perjalanan dari Madinah ke Mekkah. Di tengah perjalanan ia melihat seorang pemuda yang sedang menggembala kambing dalam jumlah yang sangat banyak.   Khalifah Umar lalu mendekati pemuda itu dan mengutarakan niatnya untuk membeli seekor kambing.   “Wahai anak muda! Bolehkah aku membeli seekor kambing yang sedang engkau gembala?” tanya Sayyidina Umar.   “Saya ini hanya seorang budak, Tuan. Saya tidak memiliki kewenangan untuk menjual kambing ini. Semua kambing ini milik majikan saya,” jawab si penggembala dengan jujur.   “Meskipun kambing ini milik majikanmu, kalau saya beli satu pasti majikanmu tidak akan tahu. Nanti kamu ceritakan kepadanya bahwa kambing yang kamu gembala dimakan macan satu ekor,” ujar Sayyidina Umar menguji kejujuran pemuda itu.   Mendengar ajakan itu, pemuda itu memandang Sayyidina Umar sejenak. Si pemuda itu pun berkata, “Apa yang tuan katakan memang benar. Jika kambin...